Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali yang juga mantan Menpora periode 2019-2024 memasang target berbeda dengan pemerintah terhadap tim sepak bola SEA Games 2025 (Foto: pebri)
JAKARTA,
PERSPECTIVESNEWS - Pernyataan Wakil Ketua Umum PSSI, Zainudin Amali, yang
menyebut federasi boleh berbeda dengan pemerintah dalam penentuan target cabang
olahraga, khususnya sepak bola di SEA Games 2025, memunculkan tanda tanya
besar.
Pengamat olahraga Fritzs Simandjuntak mengatakan, sebagai
mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) periode 2019-2024, Zainudin Amali
tentu sangat memahami bahwa SEA Games adalah sebuah ajang multi event yang
sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah, bukan federasi.
“Mulai dari pendanaan, pengiriman atlet, hingga penetapan
jumlah kontingen, semuanya diatur dan dibiayai oleh pemerintah,” ujar Fritzs di
Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Berbeda dengan single event yang memang menjadi ranah
federasi, SEA Games memerlukan sinkronisasi antarlembaga demi menjaga tata
kelola olahraga nasional tetap rapi dan terarah. SEA Games merupakan domain
pemerintah, wajar bila pelaksanaan dan simbol penting seperti pelepasan
kontingen dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia.
Artinya, posisi pemerintah bukan hanya penyandang dana,
tetapi juga pemegang mandat strategis. Maka, ketika muncul pernyataan, federasi
boleh berbeda dari pemerintah, secara tidak langsung hal itu menempatkan PSSI
dan pemerintah dalam posisi berseberangan.
Lebih membingungkan lagi, ujarnya pernyataan Zainudin muncul
ketika target pemerintah (Kemenpora) menetapkan medali perak, sementara PSSI
bersikeras mempertahankan medali emas.
Dalam proses evaluasi penentuan target, federasi justru
duduk bersama Kemenpora dan Tim Evaluasi yang notabene dibentuk pada era
Zainudin Amali saat menjabat Menpora. Tim ini bahkan tetap dilanjutkan oleh
Menpora saat ini, Erick Thohir, sebagai wujud kesinambungan tata kelola
olahraga.
"Peran tim evaluasi dengan mengkaji partisipasi cabor
atau atlet di SEA Games sebelumnya, dan juga pencapaian akhir di turnamen-turnamen,
akan menjadi pintu bagi Kemenpora untuk memperketat kriteria pengiriman ke
ajang multi event. Hanya atlet atau cabor yang dinilai memiliki potensi meraih
medali yang akan diberangkatkan untuk memastikan efisiensi dan fokus pada
prestasi," jelasnya.
Fritzs melanjutkan, jika memang Tim Evaluasi dianggap tidak
relevan atau sudah tidak dipercaya lagi, sikap yang lebih elegan
sebenarnya membicarakannya secara
langsung dengan Menpora. Bukan menyampaikan pesan yang berpotensi menimbulkan
persepsi adanya friksi antara federasi dan pemerintah.
“Dalam konteks multievent yang menjadi wajah olahraga
nasional di level internasional, harmonisasi antara federasi dan pemerintah
bukan hanya perlu tetapi wajib,” pungkasnya.
(djo)
