Gubernur Bali Wayan Koster saat memimpin rapat darurat bersama seluruh kepala perangkat daerah dan instansi vertikal se-Bali terkait maraknya usaha milik orang asing di Bali yang mematikan UMKM lokal, Sabtu (31/5/2025). (Foto: Humas Pemprov Bali)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS - Gubernur Bali
Wayan Koster dibuat geram usai menerima rentetan keluhan dari masyarakat dan
pelaku UMKM lokal terkait kian maraknya dominasi usaha pariwisata oleh warga
negara asing (WNA). Kondisi ini dinilai semakin memojokkan masyarakat lokal di
tanahnya sendiri.
Tak tinggal diam, Koster langsung mengumpulkan seluruh
kepala perangkat daerah dan instansi vertikal se-Bali di Jayasabha, Denpasar,
Sabtu (31/5/2025), untuk menggelar rapat darurat. Evaluasi menyeluruh terhadap
sistem perizinan dan regulasi usaha pariwisata pun jadi langkah awal yang ia
tempuh.
“Bali tidak boleh menjadi pasar bebas yang membunuh
masyarakatnya sendiri,” tegas Koster dalam rapat tersebut.
Kekesalan Koster didasari oleh banyaknya temuan praktik
usaha ilegal yang dijalankan oleh WNA, terutama melalui celah sistem perizinan
Online Single Submission (OSS). Ia menilai, sistem tersebut membuka peluang
bagi investor asing untuk menguasai sektor strategis, bahkan hingga level mikro
seperti penyewaan kendaraan dan homestay.
“Di Badung saja, ada sekitar 400 izin usaha sewa mobil dan
biro perjalanan yang dikuasai orang asing. Banyak yang tidak punya kantor,
tidak tinggal di Bali, tapi tetap bisa beroperasi. Ini jelas keterlaluan,”
ungkap Koster.
Lebih lanjut, ia menilai praktik semacam ini bukan hanya
melanggar etika berusaha, tapi juga menciptakan ketimpangan dan memperparah
degradasi ekonomi lokal.
Koster memperingatkan, jika situasi ini terus dibiarkan,
Bali berisiko mengalami kemunduran serius dalam lima tahun ke depan, baik
secara ekonomi, sosial, maupun citra pariwisata.
“Pariwisata kita sedang tidak baik-baik saja. Macet, sampah,
vila ilegal, sopir liar, wisatawan nakal, semua ini harus kita tata. Tapi
penataan harus dimulai dari hulu regulasi dan perizinan,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut konkret, Koster membentuk tim khusus
lintas instansi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap izin usaha pariwisata
di Bali. Ia juga menyiapkan regulasi baru yang lebih tegas dan berpihak pada
masyarakat lokal.
Langkah awalnya adalah penerbitan Surat Edaran Penertiban
Usaha dan Transportasi Wisata, yang akan menjadi dasar pelaksanaan operasi
gabungan oleh Satpol PP dan Polda Bali.
Tak hanya itu, Koster juga mengusulkan kebijakan wajib bagi
semua agen perjalanan wisata untuk menjadi anggota asosiasi lokal. Verifikasi
faktual juga akan dilakukan untuk memastikan tidak ada lagi perusahaan “hantu”
yang hanya tercatat di OSS namun tidak memiliki eksistensi di lapangan.
“Pulau ini kecil, tapi kontribusinya besar bagi Indonesia.
Kita bukan bersaing dengan daerah lain, tapi dengan negara seperti Thailand dan
Malaysia. Kalau kita tidak tertib, kita akan tergilas oleh pasar kita sendiri,”
tegasnya.
Langkah Koster ini mendapat sambutan positif dari para
pelaku usaha lokal. Mereka menilai tindakan ini sebagai sinyal kuat bahwa
pemerintah benar-benar hadir untuk melindungi ruang usaha rakyat.
“Kalau dibiarkan, Bali hanya akan jadi panggung bisnis
asing. Rakyatnya cuma jadi penonton di rumah sendiri,” ujar seorang pelaku UMKM
transportasi wisata yang enggan disebut namanya.
Kini, dengan semangat kolaboratif antarinstansi dan
keberanian politik dari Gubernur Koster, harapan masyarakat kembali tumbuh.
Bali diharapkan bisa kembali menjadi rumah yang adil dan ramah bagi warganya,
bukan sekadar surga bagi investor asing. (lan/*)