Foto bersama peserta pertemuan
bertajuk Towards Bali Net Zero Emission 2045 di Jayashaba, Denpasar, Jumat
(4/8/2023) (FOTO: Humas IESR)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS -
Peningkatan bauran energi yang terbarukan yang signifikan diperlukan untuk
mencapai ambisi Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, 15 tahun lebih cepat
daripada target netral karbon Indonesia.
Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan dan prinsip
berkelanjutan akan menciptakan citra positif bagi aktivitas ekonomi dan
pariwisata.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral
Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan dalam pertemuan bertajuk Towards Bali Net
Zero Emission 2045 di Jayashaba, Denpasar, Jumat (4/8/2023), memaparkan sektor
energi menyumbang 57% dari total emisi di Bali.
Ia menuturkan, pemerintah daerah akan lebih fokus dalam
mengurangi emisi tersebut, di antaranya dengan menargetkan pemanfaatan 100
persen energi terbarukan di Nusa Penida di 2030.
“Nusa Penida didorong lebih awal untuk mencapai net zero
emission dibanding Bali Daratan salah satunya karena isolated dari segi
kelistrikan," ujar Ida Bagus Setiawan.
Institute Essential Services Reform (IESR) yang telah secara
aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali sejak 2019 mendata potensi
teknis energi terbarukan di Bali terbilang besar mencapai 143 GW, di antaranya
potensi teknis PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp dan penyimpan daya
hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) sebesar 5,8 GWh.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa dalam kesempatan yang
sama menyampaikan pihaknya memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan
populasi Nusa Penida yang pada 2022 berjumlah sekitar 62 ribu jiwa akan
meningkat, juga semakin tumbuhnya sektor pariwisata akan meningkatkan
permintaan energi, termasuk listrik. Hal ini dapat dipenuhi dengan energi
terbarukan.
"Adanya potensi energi terbarukan yang besar dan
teknologi pembangkit energi terbarukan yang tersedia, permintaan listrik yang
dapat dikelola dan pola beban listrik yang relatif sama antara siang dan malam,
serta dukungan PLN, membuat saya memiliki keyakinan yang tinggi bahwa sistem
kelistrikan berbasis 100% energi terbarukan di Nusa Penida dapat diwujudkan
sebelum 2030," ungkap Fabby.
Menyinggung kondisi Nusa Penida yang saat ini kebutuhan
listriknya salah satunya dipasok dari 7 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) dengan kapasitas total 10 MW, Fabby menyebut penggantian PLTD dengan
energi terbarukan, menjadi tantangan tersendiri.
"Tantangannya adalah mengganti 10 MW PLTD yang saat ini
beroperasi dalam 2-3 tahun, dan meningkatkan kinerja PLTS Suana sehingga lebih
optimal dalam setahun mendatang. IESR juga sudah melakukan kajian teknis dan
hasil kajian menunjukan secara teknis-ekonomis sistem kelistrikan 100% energi
terbarukan dapat dilakukan di Nusa Penida,” tandasnya.
Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, pimpinan Center of Excellent
Community Based Renewable Energy (CORE) menuturkan hasil kajiannya menakar
potensi PLTS atap di bangunan pemerintah Nusa Penida bahkan mencapai 10,9 MW.
Selain itu, ia menyebut PLTS skala besar potensial untuk
dimanfaatkan di Nusa Penida. Menurutnya, persoalan lahan untuk memasang PLTS
skala besar teratasi dengan ketersediaan lahan yang cukup di Nusa Penida.
"PLTS Suana berkapasitas 3,5 MW menggunakan lahan seluas
4,5 hektare. Sementara di Nusa Penida terdapat potensi lahan sebesar 10 ribu
hektar untuk PLTS skala besar," jelasnya.
Pemerintah Provinsi Bali mendeklarasikan Rencana Aksi Bali
Menuju Bali Net Zero Emissions 2045 didukung mitra utama Institute for
Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia,
New Energy Nexus Indonesia.
Dalam acara ini juga hadir mitra pendukung dari lembaga
filantropi global dan nasional, yaitu Bloomberg Philanthropies, IKEA
Foundation, Sequoia Climate Foundation, ClimateWorks Foundation, Tara Climate
Foundation, dan Viriya ENB. (lan)