OJK menilai sektor jasa keuangan (SJK) pada Juni 2025 masih terjaga stabil. Penilaian itu dilaporkan pada RDKB di Jakarta, Selasa (8/7/2025). (Foto: OJK)
JAKARTA, PERSPECTIVESNEWS- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, sektor jasa keuangan (SJK) pada Juni 2025 masih terjaga stabil di tengah ketidakpastian geopolitik global. Hal itu berdasarkan hasil dari Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang dilaksanakan pada 25 Juni 2025.
"Hasil Rapat Dewan Komisioner secara bulanan yang dilakukan pada tanggal 25 Juni 2025 lalu, memilih tema 'Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil Di Tengah Ketidakpastian Geopolitik Global'," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam RDK Bulanan (RDKB) Juni 2025, Jakarta, Selasa (8/7).
Mahendra menyampaikan, lembaga-lembaga internasional kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 dan 2026.
"Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia (World Bank) dan OECD menilai bahwa ketidakpastian perkembangan geopolitik masih membayangi prospek pemulihan ekonomi ke depan," ungkapnya.
Mahendra menekankan, ketidakpastian perdagangan utamanya berasal dari Amerika Serikat (AS) dan China sedikit menurun setelah tercapainya kerangka kesepakatan dagang temporer antara kedua negara.
"Walaupun tentu saja kita melihat perkembangan pada hari ini keputusan dari Amerika Serikat berkaitan dengan tingkat tarif kepada sejumlah negara-negara lain, termasuk Indonesia," imbuh dia.
Di sisi lain, tensi geopolitik kembali meningkat terutama di kawasan Timur Tengah, seiring terjadinya Perang Israel dan Iran pada Juni 2026. Kemudian, disusul serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir utama di Iran.
Adapun, tekanan terhadap pasar keuangan dan harga minyak mereda setelah gencatan senjata Israel dan Iran diberlakukan.
Di tengah perkembangan itu, Mahendra menyebut, indikator ekonomi global menunjukkan tren moderasi dan sebagian besar di bawah ekspektasi perkiraan sebelumnya. Hal ini mendorong kebijakan fiskal dan moneter global yang lebih akomodatif.
Sementara itu, The Fed masih belum menurunkan suku bunga dan mempertahankan FFR di kisaran 4,25-4,5% di tengah penurunan outlook pertumbuhan ekonomi AS. Bank Sentral AS beralasan penundaan penurunan kebijakan moneter menunggu kejelasan kebijakan tarif dan dampaknya terhadap inflasi.
Di sisi lain, perekonomian domestik dinilai masih menunjukkan resiliensi di tengah tekanan global, laju inflasi terus menurun dengan inflasi inti tercatat termoderasi ke level 2,37%.
Dari sisi eksternal, neraca perdagangan pada Mei 2025 mencatatkan surplus cukup besar, setelah sempat mengalami tekanan pada bulan sebelumnya.
"Kinerja ekspor menunjukkan perbaikan terutama didorong oleh pertumbuhan positif pada ekspor produk pertanian dan manufaktur dalam tiga bulan terakhir," papar Mahendra.
Dia menjelaskan, peningkatan ekspor itu berhasil mengimbangi penurunan yang terjadi pada ekspor produk pertambangan dan komoditas lainnya.
OJK mencermati dan melakukan asesmen berkala terhadap perkembangan kondisi geopolitik global, yang berpotensi meningkatkan volatilitas pasar keuangan dan kinerja debitur sektor riil yang memiliki eksposur terhadap risiko terkait.
Di samping itu, OJK juga meminta lembaga jasa keuangan untuk meneruskan melakukan asesmen atas perkembangan terkini dan melakukan asesmen lanjutan. Regulator berharap upaya ini mampu menjadi langkah antisipatif untuk memitigasi potensi peningkatan risiko.
"OJK sedang memproses perizinan dalam rangka penetapan kelembagaan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan yang disingkat PIKK sebagai tindak lanjut POJK Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan PIKK, serta sedang menyusun RPOJK tentang penerapan tata kelola terintegrasi bagi PIKK," jelasnya. (lan/*)