Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Ossy Dermawan saat mewakili Menteri ATR/Kepala BPN sebagai pembicara Apel Dansatkowil Terpusat TA 2025 di Banyumas. (Foto: Humas Kementerian ATR/BPN)
BANYUMAS,
PERSPECTIVESNEWS - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan
Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, mengajak jajaran TNI,
khususnya TNI Angkatan Darat (TNI AD), untuk segera mengurus sertipikat tanah
aset milik TNI AD. Ajakan ini disampaikan menyusul data dari Kementerian
Pertahanan dan Mabes TNI yang menunjukkan hingga Desember 2024 terdapat 527
kasus pertanahan di bidang pertahanan di mana mayoritas terkait aset yang belum
bersertipikat.
“Di forum inilah kemudian kami mengajak para komandan
satuan, terutama satuan wilayah, untuk mempercepat proses sertipikasi agar
aset-aset yang dimiliki dapat diamankan. Paling tidak, aset-aset yang sudah
clean and clear segera kita pastikan legalitasnya,” ujar Wamen Ossy saat
mewakili Menteri ATR/Kepala BPN sebagai pembicara dalam Apel Dansatkowil
Terpusat TA 2025 di Kabupaten Banyumas, Kamis (13/11/2025).
Wamen Ossy juga menegaskan bahwa satuan di wilayah harus
segera berkoordinasi dengan kantor pertanahan atau kantor wilayah BPN apabila
masih terdapat aset yang belum bersertipikat.
Selain persoalan aset belum bersertipikat, Wamen Ossy
menjelaskan tiga masalah lain yang umum terjadi. Pertama, sengketa atau klaim
ganda, yang sering muncul karena batas wilayah tidak jelas atau dokumen lama
hilang. Kedua, alih fungsi dan pemanfaatan yang tidak sesuai, yakni aset TNI
yang berubah menjadi fasilitas komersial atau lahan garapan melalui kerja sama
tertentu. “Nah, perubahan ini tentunya dapat menimbulkan permasalahan hukum di
kemudian hari,” tegasnya.
Ketiga, dokumen historis yang hilang atau tidak lengkap.
Banyak aset tanah di bidang pertahanan merupakan warisan dari masa kolonial
atau awal kemerdekaan, sehingga dokumen pengalihan hak atau dasar hukumnya
tidak lagi utuh, rusak, atau belum masuk ke sistem administrasi modern. Kondisi
ini membuat proses sertipikasi sering terkendala karena sulit menemukan bukti
autentik kepemilikan negara.
Wamen Ossy menambahkan bahwa persoalan tersebut berakar dari
beberapa masalah struktural, mulai dari warisan sejarah yang panjang, data
administrasi yang belum seragam, hingga minimnya sinkronisasi antarinstansi.
“Ini yang menjadi PR kita bersama, dan Bapak Menteri berkomitmen untuk
menyelesaikan simpang siur data antarinstansi ini,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan sejumlah dampak yang dapat timbul jika
persoalan ini tidak segera diselesaikan. Dari sisi hukum, negara berpotensi
kehilangan hak atas tanah pertahanan karena tidak memiliki bukti kepemilikan
yang sah. Dari sisi pertahanan, beberapa fasilitas berisiko tidak aman, seperti
lapangan latihan yang berbatasan langsung dengan permukiman. Dari sisi sosial,
dapat timbul ketegangan dengan masyarakat yang menganggap lahan militer sebagai
tanah bebas. Sementara dari sisi tata kelola, aset negara rentan tidak optimal
dan mudah disalahgunakan.
“Sehingga kita berharap, Bapak-bapak sekalian, tugas kita
bukan mencari siapa yang salah atau benar, tetapi memastikan bahwa tanah
pertahanan negara tidak lagi mengambang status hukumnya. Ini menjadi komitmen
kami di Kementerian ATR/BPN untuk mendukung TNI, khususnya TNI Angkatan Darat,”
tutupnya. (MW/KR)
