Gubernur Koster mendukung rencana pemerintah untuk merevisi UU Nomor 23 Tahun 2024 Tentang Pemerintahan Daerah yang selama ini menjadi dasar hukum pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda). (Foto: Hms Prov. Bali)
BADUNG, PERSPECTIVESNEWS- Gubernur Bali Wayan Koster
mendukung rencana pemerintah untuk merevisi UU Nomor 23 Tahun 2024 Tentang
Pemerintahan Daerah yang selama ini menjadi dasar hukum pelaksanaan Otonomi
Daerah (Otda).
Gubernur Koster memberi beberapa masukan agar UU ini
memperhatikan karakteristik dan potensi setiap daerah.
Hal itu disampaikannya dalam paparan saat menghadiri Rapat
Koordinasi dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan
Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, di The
Sakala Resort Bali, Kabupaten Badung, Kamis (6/11/2025).
Dalam paparannya, ia yang pada saat duduk di lembaga
legislatif turut membidangi lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2014, baru memahami
bahwa ada beberapa kelemahan dalam regulasi ini setelah menjabat sebagai
Gubernur.
Dari hasil kajiannya, salah satu kelemahan dalam UU tersebut
yaitu turunan kebijakan pusat ke daerah yang betul-betul diseragamkan.
“Semangat untuk penyeragaman sangat tinggi, padahal kondisi
setiap daerah berbeda-beda. Tak mungkin diseragamkan untuk kondisi yang
berbeda. Akibatnya, daerah tak bisa berkembang akibat regulasi yang tak sejalan
dengan potensi daerah,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia berharap revisi undang-undang harus
betul-betul memperhatikan karakteristik, potensi dan sumber daya yang dimiliki
daerah.
Ia lantas mencontohkan Bali yang punya potensi budaya dan
pariwisata sehingga membutuhkan treatment berbeda dengan daerah kepulauan,
penghasil sawit atau daerah yang punya Sumber Daya Alam berupa tambang.
“Sekarang ini kan regulasinya, yang punya sumber tambang,
otomatis mendapat alokasi dana bagi hasil. Sedangkan Bali yang hanya punya
pariwisata, cuma kebagian kucuran DAU, DAK. Bahkan saat ini ada kebijakan
pengurangan dana transfer ke daerah. Bali dikurangi Rp. 1,7 triliun, tapi saya
sudah memberi arahan kepada bupati/walikota agar tetap jalan sesuai dengan
kondisi yang ada,” beber Gubernur Koster.
Ke depan, menurut Koster, perbedaan karakteristik harus
menjadi perhatian dan terakomodir dalam UU. Daerah Bali membutuhkan alokasi
dana untuk penguatan dan pelestarian budaya.
Selain itu, sebagai daerah pariwisata, Bali juga membutuhkan
insentif untuk menjaga ekosistem lingkungan, peningkatan infrastruktur agar
tidak macet hingga dukungan dana untuk pengamanan.
“Sebagai daerah pariwisata, Bali membutuhkan treatment yang
berbeda dalam hal menjaga keamanan. Karena kami banyak dikunjungi orang asing,
tak hanya untuk berwisata tapi dengan beragam tujuan lainnya,” ungkapnya.
Masukan lainnya, Gubernur Koster ingin provinsi diberikan
kewenangan yang lebih kuat untuk menyelaraskan, mengkoordinasikan perencanaan
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
“Ini yang lemah dalam UU karena penekanan otonomi ada di
tingkat kabupaten/kota. Kewenangan provinsi harus diperkuat. Jadi pusat perlu
memberikan mandat kepada daerah melalui gubernur untuk melakukan koordinasi
yang lebih efektif di daerah agar kabupaten/kota tak terlalu egois,” paparnya.
Untuk di Bali, Gubernur Koster sudah menerapkan pembangunan
dalam satu kesatuan wilayah : 1 Pulau, 1 Pola dan 1 Tata Kelola.
“Kami kumpulkan bupati dan walikota, kabupaten/kota tidak
boleh punya agenda tersendiri yang tak boleh dikontrol provinsi. Sebab kalau
ini kami biarkan tatanan Bali akan rusak dan compang camping,” imbuhnya.
Berikutnya, mantan anggota DPR RI tiga periode ini
menyinggung tentang nomenklatur otsus yang menurutnya jangan diatur dalam UU.
“Tidak perlu lagi ada nomenklatur otsus, tapi diberikan
kewenangan untuk mengatur ha-hal yang sifatnya khusus. Bali tak perlu otsus,
yang penting apa yang diperlukan dan sifatnya khusus itu diberikan oleh negara,
cukup itu,” tandasnya.
Menutup paparannya, Gubernur yang juga menjabat sebagai
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini mengusulkan agar penyusunan
rancangan perubahan UU Tentang Pemerintahan Daerah melibatkan kepala daerah
karena mereka yang nantinya menjadi pelaksana.
“Saya siap menjadi anggota tim dan gratis. Ini tanggung
jawab kita sebagai kepala daerah untuk mewariskan sesuatu yang lebih baik,”
pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri
Kemenko Bidang Politik dan Keamanan (Kemenkopolkam) RI Mayjen TNI Heri Wiranto
menyampaikan, kegiatan rakor ini membahas harmonisasi kewenangan pusat dan
daerah.
Berkolaborasi dengan Kemendagri, kegiatan dilakukan di tiga
zona. Zona pertama di timur dan sudah dilaksanakan di Makasar, lalu wilayah
barat kita gelar di Batam dan ini yang terakhir, untuk wilayah Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara.
Ia memuji masukan dari Gubernur Koster mengenai
penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan bagaimana mekanisme harmonisasi yang
diharapkan Pemda kepada pusat.
Masukan itu ditampung dan akan menjadi pertimbangan dalam
menyusun rancangan revisi UU Nomor 23 Tahun 2014.
Apresiasi terhadap Gubernur Koster juga disampaikan Direktur
Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Prof. Akmal Malik.
Menurutnya, masukan Gubernur Koster terkait pentingnya
memperhatikan karakteristik setiap daerah, sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal
18A
"Masukan dari Gubernur Bali ini akan mewarnai bagaimana
kita menyusun regulasi yang berbasis kekhususan dan keragaman sebagaimana
amanat UU," pungkasnya. (hum/*)
