Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jembrana, Salomina Meyke
Saliama, menyerahkan SKP2 didampingi Jaksa Fasilitator Ida Bagus Gede Eka
Permana Putra, dan Maulana Ichsan, saat menggelar penghentian kasus penadahan
motor curian melalui restorative justice (RJ) di Kantor Kejari Jembrana, Senin
(26/5/2025). (Foto:dik/Perspectives)
JEMBRANA,
PERSPECTIVESNEWS- Rozikin (35),
seorang pria yang sempat menjadi tersangka kasus penadahan motor curian, kini
dapat bernapas lega. Ia dibebaskan dari tuntutan dan juga dari jeruji besi pada
Senin (26/5/2025), setelah pengajuan penghentian penuntutan melalui restorative
justice (RJ) disetujui oleh Kejaksaan Agung.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jembrana, Salomina Meyke
Saliama, menjelaskan kasus yang menjerat Rozikin bermula dari pencurian motor
oleh Faturrahman di Kelurahan Baler Bale Agung. Motor curian tersebut kemudian
dijual Faturrahman kepada Rozikin seharga Rp2 juta. Meski awalnya Rozikin
sempat menolak karena tidak memiliki uang untuk membeli, namun akhirnya Rozikin
mau membantu menjualkan motor tersebut.
"Awalnya si Rozikin ini tidak mau karena tidak punya
uang, beberapa hari kemudian si Rozikin ini didatangi kembali oleh Faturrahman
di tempat kerjanya di Denpasar, dan memaksa dengan alasan butuh uang,"
jelasnya.
Rozikin percaya bahwa motor itu milik Faturrahman karena
dilengkapi kunci dan STNK. Melalui media sosial, Rozikin berhasil menjual motor
seharga Rp4 juta. Setelah transaksi, Rozikin menyerahkan Rp2 juta kepada
Faturrahman dan mengambil keuntungan Rp2 juta untuk dirinya.
Tak lama kemudian, Faturrahman ditangkap Satreskrim Polres
Jembrana atas kasus pencurian motor. Rozikin pun ikut ditangkap dan dijerat
Pasal 480 KUHP tentang pertolongan jahat, dengan ancaman hukuman empat tahun
penjara.
Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Rozikin tidak
ditahan. Namun, setelah tahap dua, ia dititipkan di Rumah Tahanan Negara
(Rutan) Kelas II B Negara.
Kajari Meyke Saliama juga menjelaskan, penghentian
penuntutan ini memenuhi persyaratan sesuai Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan
Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Alasan penghentian penuntutan ini didasarkan pada
beberapa faktor. Tersangka Rozikin baru pertama kali melakukan tindak pidana. Ia
juga telah mengembalikan uang sebesar Rp2 juta kepada saksi Daniel Dedi Keiku,
yang tidak menuntut ganti rugi," jelasnya.
Selain itu, kata dia, Rozikin dan keluarganya telah meminta
maaf secara langsung kepada korban Ni Putu Sariani, dan korban pun telah
memaafkan kesalahan Rozikin serta meminta pihak Kejaksaan untuk menghentikan
perkara ini.
Penyerahan SKP2 ini diserahkan langsung Kepala Kejaksaan
Negeri Jembrana didampingi Jaksa Fasilitator Ida Bagus Gede Eka Permana Putra,
dan Maulana Ichsan. Dengan diserahkannya SKP2 ini, Rozikin kini bebas dari
tuntutan hukum, dan kembali ke masyarakat.
Meski bebas dari tuntutan dan penjara, Rozikin mendapatkan
sanksi sosial berupa tugas menjadi marbut atau penjaga kebersihan masjid di
lingkungan tempat tinggalnya selama sebulan.
Mengingat Rozikin adalah tulang punggung keluarga, Kejari
Jembrana juga berupaya memulihkan nama baiknya agar bisa kembali bekerja di
tempat fotokopi. "Pemilik tempat fotokopi bersedia menerima Rozikin
kembali bekerja lagi," tutup Salomina.
(dik)