Ketua PENA NTT Bali, Agustinus Apolonaris KD, memperlihatkan
surat Somasi (kiri) dan Sekretaris SMSI Bali, I Gusti Ngurah Dibia (kanan). (Foto:
dokumen pena ntt)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS - Langkah hukum yang dilakukan Perhimpunan Jurnalis (PENA)
NTT Bali, dengan melayangkan somasi kepada akun media sosial @denpasarcerita,
dinilai sebagai hal yang sangat positif untuk mengedukasi masyarakat tentang
tatacara bermedia sosial dengan baik dan benar.
Sebab, apa yang dilakukan akun media sosial @denpasarcerita
dengan mengunggah kembali video lama dapat menimbulkan kegaduhan baru dan
stigma buruk terhadap pihak-pihak yang berkepentingan langsung maupun tidak
langsung dalam video yang diunggah ulang tersebut.
Hal itu diungkap Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia
(SMSI) Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Dibia di Denpasar, Jumat (13/6/2025).
Untuk diingat, akun media sosial @denpasarcerita mengunggah
ulang video lama tanpa menjelaskan konteks waktu kejadian dan motif peristiwa
dalam video tersebut. Padahal peristiwa dalam video tersebut adalah kejadian di
Bualu Nusa Dua, pada 29 September 2024, dimana terjadi kesalahpahaman berujung
keributan antara tiga warga asal Sumba NTT dengan penduduk setempat. Diduga
tiga warga asal Sumba NTT tersebut sedang dalam pengaruh alkohol.
Dalam layar video lama, yang diunggah kemballi pada 7 Juni
2025 oleh @Denpasarcerita tersebut tertulis “Oknum Sumba berulah di Nusa Dua –
Bali, gara-gara mabok, dinasehati malah ancam dengan membawa senjata tajam.
Menurut Ngurah Dibia, publik yang menonton kembali video
lama tersebut, tentu menelan mentah-mentah isi video. Umumnya tidak peduli
untuk melakukan verifikasi.
Lantas, peristiwa dalam video tersebut dikira kejadian terbaru,
yang akhirnya membuat orang memberi stigma buruk, bahwa Bali tidak aman,
orang-orang Sumba dianggap selalu berulah. Padahal kejadian tersebut sudah
ditangani Polisi, dan mungkin saja para pelaku sudah diganjar hukuman.
“Dengan mengunggah ulang video itu tanpa penjelasan bahwa
kejadian itu terjadi tahun 2024 patut dinilai sebagai framing media sosial unuk
membangkitkan stigma buruk. Makanya saya sepakat dengan langkah teman-teman
wartawan di PENA NTT Bali melayangkan somasi. Tujuannya ya untuk mengedukasi
publik dalam bermedia sosial secara baik dan benar. Somasi PENA NTT Bali itu
bentuk literasi digital yang patut diacungi jempol,” ujar Ngurah Dibia.
Lebih jauh dikatakan, pihaknya menyampaikan keprihatinan
atas beredarnya kembali cuplikan video tersebut.
Penyebaran ulang video tersebut dengan konteks yang
dimanipulasi, menurutnya tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga berpotensi
menimbulkan keresahan sosial, memicu konflik horizontal, serta mencederai
harmoni dan kerukunan antarwarga yang telah dibangun bersama di Bali.
”Hati-hati lho. @denpasarcerita itu sudah dapat ijin gak
dari pemilik video? Semua ada aturannya. Undang-undang penyiaran masuk. Undang-Undang
ITE apalagi,” pungkas Ngurah Dibia.
Ketua PENA NTT Bali, Agustinus Apolonaris KD, alias Polo
saat dihubungi Jumat (13/6/2025) membenarkan, PENA NTT Bali telah melayangkan
somasi kepada akun media sosial @denpasarcerita.
Inti tuntutan dalam somasi tersebut, PENA NTT Bali sebagai
diaspora organisasi warga NTT di Bali meminta @denpasarcerita, dalam waktu 3 x
24 jam, terhitung sejak somasi dilayangkan, untuk menghapus/take down seluruh
postingan video yang dimaksud;
Mengunggah/posting isi Somasi ini pada beranda Instagram @denpasarcerita
minimal 7 hari tayang; dan meminta maaf secara terbuka yang diposting di
beranda Instagram @denpasarcerita. (djo)