GM The Nusa Dua I Made Widiatmika bersama sejumlah karyawan ITDC dan media, menanam padi organik pada di Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Selasa (29/7/2025). (Foto: Perspectives)
GIANYAR, PERSPECTIVESNEWS- Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) kembali menunjukkan dukungannya untuk pertanian organik dalam program ‘Green Journey’ di Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar dengan menyerahkan bantuan dua ekor sapi.
Program ini menyasar langsung Kelompok Tani Kedisan Mandiri di Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Selasa (29/7/2025).
Penyerahan bantuan sapi tersebut, dikatakan General Manager The Nusa Dua I Made Widiatmika sebagai bentuk dukungan nyata bagi para petani di Desa Kedisan untuk bisa menghasilkan pupuk kompos dari sapi yang diternakkan.
Menurutnya, semangat bertani organik patut diapresiasi karena tidak mudah dijalankan di tengah arus zaman yang serba instan.
“Kawasan The Nusa Dua sedang fokus membina desa-desa sekitar. Meski saat ini belum secara spesifik menargetkan kelompok tani ini sebagai destinasi wisata, tidak menutup kemungkinan ke depannya wisatawan dari The Nusa Dua bisa diajak mengenal lebih jauh kegiatan agrikultur lokal di sini,” terang Widiatmika bersama sejumlah media di Bali yang sekaligus melakukan ‘Media Gathering’.
“Ini bentuk wisata yang anti-mainstream dan justru semakin dicari. Wisatawan banyak yang kagum melihat langsung proses tanam padi dengan metode organik. Mereka tak menyangka kompos bisa berasal dari limbah ternak,” tambahnya.
Widiatmika juga menjelaskan, peluang hasil panen beras organik di Desa Kedisan untuk masuk ke kawasan The Nusa Dua sangat terbuka.
“Saat ini, produksi beras masih berkisar 4-5 ton per tahun. Jika kapasitas bisa ditingkatkan hingga 10 ton ke atas, maka peluang masuk hotel dan restoran di The Nusa Dua sangat terbuka. Memang butuh proses. Persaingan dengan supplier lain juga ketat. Tapi kalau kelompok tani bisa memperbesar produksi, kami sangat terbuka untuk menyerap hasilnya,” ungkap Widiatmika.
Widiatmika menyatakan komitmennya untuk membantu petani. Salah satunya dengan pembangunan rumah burung hantu sebagai predator alami tikus. Bahkan, opsi pembelian atau penangkaran burung hantu sedang dipertimbangkan.
“Semua makhluk hidup akan datang kalau kita menerapkan sistem organik. Itu jadi tantangan tersendiri bagi para petani. Tapi kalau ini bisa diatasi, maka akan mengurangi banyak hama secara alami,” ungkapnya.
Foto bersama di acara 'Media Gathering' dalam program ‘Green Journey’ di Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Selasa (29/7/2025). (foto: Ist)
Sementara Perbekel Desa Kedisan, Dewa Ketut Raka mengatakan, sejak tahun 2017 sudah ditetapkan sebagai desa wisata karena letaknya strategis diapit Ubud dan Tampaksiring.
Menurutnya, pendekatan berbasis lingkungan telah memberi dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Pendapatan Asli Desa (PAD) Desa Kedisan meningkat hingga 700 persen dengan pemasukan kotor rata-rata Rp 600 juta per bulan.
“Ini bukti bahwa desa yang konsisten menjaga lingkungan bisa sekaligus membangun ekonomi warganya,” ungkap Dewa Raka.
Ketua Kelompok Tani, Putu Yoga Wibawa menjelaskan kelompoknya terdiri dari 170 petani dari Subak Kedisan Kaja dan Kelod dengan luas lahan 37 hektare.
“Dari keseluruhan lahan itu, baru 4 hektare yang sudah bersertifikasi organik oleh lembaga independen yang ditugaskan Pemprov Bali sejak 26 April 2022. Dari 4 hektar tersebut, menghasilkan 4–5 ton per musim yang dipanen sebanyak dua kali dalam setahun. Harga jual beras Rp 30.000 per kilogram.
Penyuluh Pertanian dari Kecamatan Tegalllang Wayan Hendra menambahkan, selain ITDC, juga ada Bank Indonesia Provinsi Bali yang memberikan dukungan yang sama.
“Hasil panen padi organik dipamerkan lewat Instagram (IG) sehingga promosi lewat Medsos ini mampu mengundang minat pembeli. “Hasilnya mampu menyejahterakan warga petani,” ungkapnya. (lan)