Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu. (Foto: Ist)
BALI, PERSPECTIVESNEWS- Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu menegaskan, peran OJK di Bali cukup startegis dalam menjaga stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) termasuk dalam menguatkan pelindungan kepada masyarakat (konsumen). Ada tiga pilar yang menjadi acuan dalam upaya mewujudkan hal itu.
“Jika dikatakan upaya OJK Provinsi Bali dalam mendukung kebijakan
dan program OJK selama 14 tahun sudah terwujud, sebenarnya kita masih terus
berbenah ya. Kita tidak akan berhenti pada capaian saat ini saja, tetapi
bagaimana kita terus berbenah lebih baik lagi,” terang Puji Rahayu kepada perspectivesnews.com,
di Kantor OJK Provinsi Bali, 18 September 2025.
Menurut mantan Direktur Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar
Modal (2013) ini, ada tiga pilar yang menjadi acuan sejauh mana kebijakan dan
program OJK di Bali itu berjalan dengan baik.
Puji Rahayu menyebutkan, pilar pertama adalah Stabilitas.
OJK menjalankan tugasnya mengatur, mengawasi, memeriksa dan menjaga stabilitas
SJK seperti Perbankan, Industri Keuangan Non Bank, dan Pasar Modal.
“Untuk menjaga stabilitas SJK juga harus dimulai dan
dilakukan dari dua (2) sisi yakni dari PUJK (Pelaku Usaha Jasa Keuangan) dan
masyarakat (konsumen), sehingga dari pengawasan itu, kita pastikan ada pengaturan
mengenai prudensial dan market conduct,” ungkap Puji Rahayu.
Disebutkan Puji Rahayu, yang dimaksud prudensial
adalah pengawasan yang fokus pada kesehatan dan stabilitas keuangan suatu
lembaga jasa keuangan (LJK), sedangkan market conduct adalah pengawasan
terhadap perilaku LJK dalam berinteraksi dengan konsumen untuk memastikan
perlindungan dan pelayanan yang jujur, adil, serta transparan.
Dari sisi masyarakat, diharapkan menjadi konsumen yang bijak
dan tidak membuat distrust terhadap SJK dan memastikan konsumen cerdas
dan melek sehingga mampu memahami literasi keuangan dengan benar.
“Jika pilar stabilitas sudah dijalankan, bank itu sehat,
asuransi sehat maka mereka bisa menjalankan pilar kedua yakni Kontributif.
Jika bank bisa menjalankan intermediasi dan asuransi memberikan proteksi, maka
keduanya bisa berkontribusi mendorong pertumbuhan dana jangka panjang,” jelas
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK (2020) ini.
Pilar ketiga adalah Inklusif. Dijelaskan, Inklusif
adalah upaya untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok
ekonomi terbawah, memiliki akses terhadap berbagai layanan dan produk keuangan
formal yang aman, terjangkau dan sesuai kebutuhan, sehingga mendorong
kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan ekonomi.
“Orang yang ingin berbisnis skala kecil seperti jualan
gorengan yang hanya memerlukan dana Rp 3-5 juta, akan diperlakukan sama dengan
bisnis konglomerat dengan dana ratusan juta hingga milyaran rupiah. Jadi itulah
yang dimaksud pilar Inklusif, memiliki akses yang sama terhadap berbagai
layanan dan produk keuangan formal yang ada,” tutur Puji Rahayu.
Disamping tiga pilar tersebut, fungsi literasi dan edukasi
kepada masyarakat terus digencarkan sehingga masyarakat menjadi cerdas dan
melek berinvestasi.
Jika ada perilaku LJK yang merugikan, maka masyarakat bisa segera
melaporkan atau melakukan pengaduan agar bisa segera ditindaklanjuti. Ini yang
disebut memperkuat pelindungan kepada konsumen.
“Jika keseluruhan dari proses itu dijalankan, diharapkan
mampu menciptakan stabilitas sektor jasa keuangan dan penguatan pelindungan kepada konsumen,” ujar Puji Rahayu.
Data Berbicara
Adanya persepsi bahwa stabilitas sektor
jasa keuangan dan penguatan pelindungan kepada konsumen di Bali sudah terwujud,
Puji Rahayu mengatakan hal itu didasarkan pada data yang ada. “Data berbicara,”
ungkapnya.
Seperti diketahui, Kantor OJK
Provinsi Bali menilai Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali hingga
posisi Juli 2025 tetap terjaga stabil, tercermin dari fungsi intermediasi
berjalan baik, serta likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang
memadai.
“Fungsi intermediasi masih menunjukkan tingkat yang positif, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Juli
2025 sebesar 57,31 persen dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) terjaga di atas threshold,
berturut-turut sebesar 14,60 persen dan 31,87 persen. OJK akan terus mendorong
kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan
pembiayaan dan terjaganya likuiditas,” beber Puji Rahayu.
Kualitas kredit perbankan di Provinsi Bali pun tetap terjaga, tercermin
dari rasio kredit bermasalah atau Non-Performing
Loan (NPL) di bawah threshold, dengan gross sebesar 3,06
persen lebih rendah dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,32
persen (Juni 2025: 3,08 persen). Sementara itu, NPL net berada di posisi 2,15, juga menurun dibandingkan posisi Juli
2024 sebesar 2,22 persen (Juni 2025: 2,15 persen).
Di sisi lain, tingkat pembiayaan
bermasalah relatif rendah dan terkendali. Tingkat Non Performing Financing (NPF) posisi Juli 2025 sebesar 1,37
persen, sedikit meningkat dibandingkan posisi Juli 2024 yang sebesar 0,94
persen.
Terkait pelindungan kepada konsumen, hingga
Agustus 2025, Kantor OJK Provinsi Bali telah menerima 425 pengaduan, di
antaranya 161 merupakan pengaduan Sektor Perbankan, 166 pengaduan Perusahaan Peer to Peer Lending, 70 pengaduan
Perusahaan Pembiayaan, 21 pengaduan Perusahaan Asuransi, 1 pengaduan Industri Jasa
Keuangan Non-Bank lainnya, serta 6 pengaduan Pasar Modal.
Status pengaduan yang masuk, sebanyak 404
pengaduan telah selesai, 5 pengaduan dalam proses penanganan Pelaku Usaha Jasa
Keuangan (PUJK), dan 16 pengaduan dalam proses tanggapan oleh konsumen.
“Dengan berbagai kebijakan untuk mendorong
perkembangan industri jasa keuangan, pengawasan dan penegakan hukum yang
efektif, serta sinergi yang kuat dengan Pemerintah, Bank Indonesia, LPS, dan
industri keuangan maupun asosiasi pelaku usaha, OJK optimis sektor jasa
keuangan dapat terjaga stabil, kontributif, dan tumbuh secara berkelanjutan,”
tutup Puji Rahayu, Kepala OJK Provinsi Bali sejak 2023 ini. (ari)