Duta PSBS PADAS Ny. Putri Koster foto bersama usai rapat Tim Percepatan PSBS yang membahas langkah penanggulangan sampah plastik di Bali, di Ruang Rapat Sad Kerthi, Dinas KLH Provinsi Bali, Denpasar, Kamis (2/10/2025). (Foto: Humas Prov. Bali)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS-
Duta Program Strategis Bali Pengolahan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Palemahan
Kedas (PADAS), Ny. Putri Koster, menghadiri rapat Tim Percepatan PSBS yang
membahas langkah penanggulangan sampah plastik di Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Duta
PSBS menegaskan pentingnya menyamakan persepsi bahwa penanganan sampah harus
dimulai dari sumbernya di desa, dengan kepala desa sebagai komandan utama.
Hal itu disampaikannya dalam
rapat yang diselenggarakan di Ruang Rapat Sad Kerthi, Dinas Kehutanan dan
Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Denpasar, Kamis (2/10/2025).
“Sebagai duta aksi, tugas saya
adalah melakukan sosialisasi. Kepala desa yang mengorganisir masyarakat, pura,
pasar, maupun sekolah untuk mengelola sampah dengan baik,” ujarnya.
Ia menekankan dua langkah utama,
yakni pemisahan sampah organik dan anorganik. Di perkotaan, sampah organik
dapat diolah melalui teba modern atau komposter, sementara di desa masih dapat
menggunakan teba tradisional.
Sampah organik basah juga bisa
dimanfaatkan untuk pakan ternak, sedangkan sampah anorganik menjadi tanggung
jawab pemerintah melalui fasilitas TPS3R.
“Masyarakat cukup memisahkan
sampah, selanjutnya pemerintah memfasilitasi. TPS3R akan menerima sampah 3R
(reuse, recycle, dan residu), sementara residu ditangani melalui TPST,”
jelasnya.
Pendamping orang nomor satu di
Bali itu juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup untuk meninjau teknologi
yang tepat dalam mengolah residu, agar tidak menimbulkan masalah baru.
“Kita tidak ingin terburu-buru
hanya untuk mengejar target, lalu justru menghadirkan masalah baru. Misalnya
insinerator yang masih menuai pro dan kontra. Kita harus hati-hati,” tambahnya.
Koordinator Percepatan PSBS, Luh
Riniti, menyampaikan bahwa prinsip utama adalah mengurangi sampah dari hulu.
“Yang ditutup bukan TPA, tetapi
open dumping yang diubah menjadi controlled landfill. Saat ini, sembilan
kabupaten/kota di Bali sudah menuju sistem ini. Kuncinya ada pada pemisahan
dari sumber,” ujarnya.
Ny. Putri Koster pun menargetkan
pada 2026 akan terus melakukan sosialisasi sekaligus sidak lapangan, dengan
harapan pada 2030 masyarakat Bali memiliki cara baru yang lebih baik dalam
mengelola sampah.
“Gerakan Bali Bersih adalah
gerakan kita bersama. Jika sistem ini berjalan konsisten, Bali bisa menjadi
provinsi pertama di Indonesia yang bebas dari masalah sampah,” pungkasnya.
Dalam rapat tersebut, juga
dibahas capaian sosialisasi pengolahan dan pemilahan sampah di masing-masing
sektor oleh kepala perangkat daerah di lingkungan Pemprov Bali. (hum/lan)