DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Gubernur Bali Wayan
Koster menghadiri kunjungan kerja reses Komisi IV DPR RI Masa Sidang I Tahun
2025–2026 dengan agenda diskusi bertajuk “Repatriasi untuk Mendukung Satwa Liar
di Provinsi Bali” yang berlangsung di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Bali, Senin (27/10/2025).
Agenda pertama kunker ini dihadiri secara lengkap oleh
jajaran pimpinan Komisi IV DPR RI, mulai dari Ketua Komisi IV Titiek Soeharto,
Wakil Ketua Alex Indra Lukman, Wakil Ketua Panggah Susanto, Wakil Ketua Ahmad
Yohan, serta Wakil Ketua Abdul Kharis Al Masyhari. Turut hadir Menteri
Kehutanan, Raja Juli Antoni, yang bersama Komisi IV melakukan pembahasan
langsung terkait repatriasi satwa liar.
Dari Pemerintah Provinsi Bali, Gubernur Wayan Koster hadir
didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Made Rentin, Kepala
BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, serta jajaran terkait lainnya.
Dalam sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan apresiasi
atas terselenggaranya diskusi yang secara khusus menyoroti pelestarian satwa
liar di Bali.
Menurutnya, forum ini sangat penting mengingat Bali
merupakan wilayah kecil dengan kekayaan alam yang besar dan beragam.
“Luas wilayah Bali hanya sekitar 5.590 km² dengan jumlah
penduduk 4,4 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk kita relatif rendah, hanya sekitar
0,66 persen. Namun dengan keterbatasan ruang, kita harus sungguh-sungguh
menjaga kelestarian lingkungan, pantai, laut, dan juga satwa endemik yang
menjadi kebanggaan Bali,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gubernur Koster menyoroti persoalan serius
yang dihadapi Bali, yakni penyusutan luas wilayah.
“Dalam 5 tahun terakhir luas Provinsi Bali mengalami
pengurangan sekitar 40 ribu kilometer persegi. Karena itulah kami sangat
berharap dukungan untuk perlindungan pantai. Kalau tidak ditangani dengan baik,
ke depan Pulau Bali akan semakin kecil,” imbuhnya.
Meski kecil secara luas wilayah, Koster menegaskan Bali
memiliki anugerah kekayaan alam yang luar biasa. Di antaranya tanaman endemik
Bali yang sangat penting untuk pangan, kesehatan, dan upacara ritual keagamaan.
Selain itu, Bali juga memiliki satwa endemik seperti babi,
sapi Bali, serta burung atat. Satwa ini sempat lama tidak terlihat dan bahkan
dianggap punah.
“Dan sekarang baru ditampilkan lagi melalui forum kunjungan
Komisi IV DPR ini. Kami sangat berterima kasih karena burung atat atau kedis
atat sudah bisa diternakkan lagi, sehingga kelestariannya akan terjaga ke
depan,” papar Gubernur Koster.
Koster Minta Restu Pusat Terbitkan Pergub atau SE
Untuk memperkuat perlindungan, Gubernur Koster membuka
peluang penerbitan regulasi daerah. “Jika pemerintah pusat memberikan
kewenangan, kami siap mengeluarkan Peraturan Gubernur atau Surat Edaran agar
perlindungan satwa liar di Bali berjalan lebih efektif,” tegasnya.
Sebagai langkah nyata, Pemprov Bali juga akan berkoordinasi
dengan pemerintah kabupaten/kota se-Bali guna melakukan pendataan menyeluruh
terhadap satwa endemik. Data ini diharapkan menjadi dasar penyusunan kebijakan
yang lebih komprehensif demi menjaga kelestarian satwa liar di Bali.
Lepas 40 Perkici Dada Merah
Sementara itu, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni,
menyampaikan rasa syukur atas capaian konservasi satwa langka yang berhasil
dilakukan.
“Puji syukur hari ini kita sama-sama diberikan kesempatan
untuk melepaliarkan 40 ekor burung Perkici Dada Merah atau Trichoglossus
forsteni mitchlli,” ujarnya.
Raja Juli Antoni menjelaskan, burung tersebut merupakan
spesies endemik Bali dan Lombok yang statusnya dilindungi sejak 2018 dan saat ini
terancam punah.
Burung tersebut sebelumnya berhasil berkembang biak di
Inggris karena dukungan kepercayaan dunia internasional, dan kini dikembalikan
ke habitat aslinya di Bali melalui kerja sama lembaga konservasi global.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bali Safari dan
Bali Bird Park yang berkontribusi terhadap proses pengembalian Perkici Dada Merah
ini. Selain itu, terima kasih sebesar-besarnya juga kepada Komisi IV DPR RI
yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap usaha-usaha konservasi satwa
langka di Indonesia,” imbuhnya.
Sebelum diskusi, BKSDA Bali terlebih dahulu memaparkan
proses repatriasi burung Perkici Dada Merah.
Diskusi berlangsung sekitar satu setengah jam, dengan
menghasilkan sejumlah kesimpulan penting, antara lain Perlunya penyempurnaan
regulasi terkait perlindungan satwa langka; Penangkaran satwa harus melibatkan
masyarakat secara lebih masif; Pendataan satwa perlu memanfaatkan teknologi
canggih (chief technology).
Acara ditutup dengan penandatanganan sertifikat serta
pemberian nama anakan burung perkici berdada merah oleh Ketua Tim Kunjungan
Kerja Komisi IV DPR RI, Menteri Kehutanan, dan Gubernur Bali. (hum/lan)
