Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin, di Denpasar, Minggu (12/10/2025). (Foto: Hms Pemprov. Bali)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Pemerintah Provinsi Bali
kembali menegaskan pentingnya pengendalian pemanfaatan hutan lindung pada areal
perhutanan sosial melalui surat edaran Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup
Provinsi Bali Nomor B.24.500.4/4985/PDAS.PM/DKLH.
Sesuai edaran tersebut, diinstruksikan kepada para pemegang
Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk melaksanakan kegiatan
pemanfaatan hutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Pemanfaatan hutan pada kawasan hutan lindung wajib
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dengan tetap mengutamakan fungsi utama hutan lindung sebagai pelindung sistem
penyangga kehidupan.
“Dalam pemanfaatan hutan pada hutan lindung, kegiatan
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan
bukan kayu harus memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan serta tidak
menimbulkan kerusakan pada tutupan lahan maupun ekosistem hutan,” jelas Kepala
Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Rentin, di Denpasar,
Minggu (12/10/2025).
Rentin menjelaskan, instruksi tersebut merupakan upaya
pemerintah dalam menjaga kelestarian kawasan hutan lindung agar tetap
terpelihara dan tidak mengalami perubahan fungsi.
Di samping itu, juga sebagai bentuk pengendalian terhadap
dinamika pengelolaan perhutanan sosial di tingkat tapak agar senantiasa
memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan pemanfaatan hutan yang dapat dilaksanakan oleh
pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, menurutnya, hanya mencakup
kegiatan yang tercantum dalam Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) yang
telah dinilai oleh Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan, disahkan oleh Kepala
Balai Perhutanan Sosial Denpasar, serta diketahui oleh Kepala Dinas Kehutanan
dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Sementara itu, pemanfaatan hutan pada areal kerja
Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilaksanakan dengan pola
wanatani (agroforestry) menggunakan tanaman pokok kehutanan dan/atau Multi
Purpose Tree Species (MPTS) dengan proporsi paling sedikit 60 persen.
“Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung agar menggunakan
jenis tanaman berkayu yang berumur panjang, berakar dalam, dan memiliki
evapotranspirasi rendah. Diutamakan jenis tanaman hasil hutan bukan kayu yang
menghasilkan getah, kulit, buah, dan/atau jenis tanaman kayu-kayuan,” imbuh
Rentin.
Ia menambahkan, pemanfaatan kawasan pada hutan lindung tidak
diperbolehkan menanam tanaman umbi-umbian maupun tanaman lain yang dapat
menyebabkan kerusakan tanah dan lantai hutan sehingga berdampak pada
meningkatnya aliran permukaan (run-off).
Selain itu, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan
Sosial juga dilarang melakukan kegiatan yang berpotensi mengubah fungsi hutan
lindung, seperti pembukaan lahan yang menyebabkan erosi, penebangan pohon,
serta pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mengubah bentang alam pada
areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Rentin menegaskan, pemegang Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial dilarang memindahtangankan, menyewakan, atau menggunakan
areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk kepentingan lain di luar
ketentuan yang berlaku. (hum/lan)