Perspectives News

Pentingnya Jurnalis Pahami ‘Karakter’ Kebencanaan di Bali, Jawa Post TV Bali dan BMKG Gelar Pelatihan

 



'Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Peliputan Bencana Alam’ yang digelar Jawa Post TV dan BMKG Wilayah III, menampilkan lima narasumber, Sabtu (4/10/2025), di Quest Hotel San, Denpasar Bali. (Foto: Ist)

DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Dalam upaya meningkatkan pemahaman ‘karakter’ kebencanaan di Bali, puluhan jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik, mengikuti pelatihan, Sabtu (4/10/2025), di Quest Hotel San, Denpasar Bali.

‘Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Peliputan Bencana Alam’ yang digelar Jawa Post TV dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III tersebut, menampilkan narasumber yakni Made Rentin, Kadek Setiya Wati, Aminuddin Al Roniri, SP., M. Si., Putu Eka Tulistiawan dan Ni Luh Desi Purnami, S. Tr.  

Ketua Panitia Pelatihan, M. Ridwan menegaskan, peliputan bencana yang akurat, berimbang dan edukatif sangat urgen untuk membangun kesadaran kolektif.

“Pelatihan ini dirancang untuk membekali jurnalis dengan pengetahuan dan keterampilan relevan agar dapat menjalankan perannya secara optimal dalam konteks kesiapsiagaan bencana di Bali,” ujar Pemimpin Redaksi radarbali.id dan Jawa Pos TV Bali ini.

Direktur Jawa Pos TV Bali, Ibnu Yunianto, menekankan, jurnalisme saat ini harus bergerak lebih jauh.

“Kita ingin Jurnalisme Solutif, yaitu mendorong wartawan untuk tidak hanya memberitakan peristiwa bencana, tetapi juga menggali dan memberitakan upaya-upaya mitigasi, kesiapsiagaan, dan rekonstruksi pascabencana secara edukatif,” tegasnya.

Senada, Kepala BMKG Wilayah III, Cahyo Nugroho menyebutkan jurnalis sebagai “ujung tombak” penyampaian informasi kebencanaan.

“Itulah pentingnya seorang jurnalis dalam memahami ‘karakter’ kebencanaan di Bali. Bagi kami, jurnalis adalah ujung pena sebagai pencerah informasi yang benar tentang potensi berbagai bencana alam, khususnya di Bali sebagai daerah pariwisata dunia, sehingga masyarakat teredukasi dengan baik,” ungkap Cahyo.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Bali, Made Rentin dalam pemaparannya menguraikan terkait banjir yang melanda Bali pada 10 September lalu yang disebutnya sebagai banjir bandang paling signifikan.

Ia menyebutkan, gaya hidup manusia dan alam menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang di wilayah Denpasar dan beberapa kabupaten di Bali.

Rentin juga menyebutkan, ditutupnya TPA Suwung juga menjadi faktor utama masyarakat membuang sampah ke sungai sehingga menimbulkan tumpukan sampah yang besar.

"Adanya aktivitas pembuangan sampah pada aliran sungai yang menyebabkan berkurangnya daya tampung lingkungan serta perubahan dan alih fungsi lahan yang mengurangi media peresapan air ke tanah selain faktor cuaca ekstrem di Bali,” sebutnya.

Sementara Kepala BMKG Wilayah III, Cahyo Nugroho, menyebutkan jurnalis sebagai “ujung tombak” penyampaian informasi kebencanaan.

“Bagi kami, jurnalis adalah ujung pena sebagai pencerah informasi yang benar tentang potensi berbagai bencana alam, khususnya di Bali sebagai daerah pariwisata dunia, sehingga masyarakat teredukasi dengan baik,” ungkap Cahyo.

Ia memaparkan, secara geografis, Bali terletak di jalur megathrust Selatan dan patahan di Utara, dengan tragedi Tsunami Banyuwangi dan gempa Seririt di masa silam sebagai bukti ancaman nyata.

Ia juga mengingatkan bahwa bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang pada 10 September 2025 lalu, merupakan dampak dari pancaroba ekstrem yang menuntut peran media dalam memberikan edukasi yang benar, bukan sekadar informasi.

Sementara BMKG Wilayah III Denpasar, Meteorologi Early Warning System dan Meteorologi Publik, Kadek Setiya Wati, dalam paparannya menjelaskan, bahwa BMKG dan media itu seperti gorengan dan cabe rawit yang selalu saling mendukung.

Kadek menyebutkan, hal mendasar yang harus media pahami adalah istilah cuaca dan iklim.

“Cuaca mengacu pada kondisi udara di sekitar kita sehari-hari yang lebih spesifik seperti curah hujan sedangkan iklim merupakan cuaca dalam jangka waktu yang panjang. Cuaca ini sebenarnya adalah fenomena alam dimana terjadi kondisi yang tidak lazim sehingga dapat menimbulkan ancaman, bisa memicu bencana hidrometerologi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, angin kencang, puting beliung dan gelombang tinggi di atas 2 meter yang sering terjadi di selatan Bali karena perbatasan dengan Samudera Hindia di selatan," jelas Kadek.

Dikatakan Kadek, banjir pada 10 September lalu adalah faktor gelombang atmosfer aktif yaitu gelombang Rossdy disebabkan topografi atau pemanasan sinar matahari.

Putu Eka Tulistiawan dari Stasiun Meteorologi Penerbangan Ngurah Rai Bali memaparkan beberapa tugas regulasi meteorologi penerbangan di Bandara Ngurah Rai diantaranya data observasi cuaca bandara keberangkatan, data prakiraan cuaca bandara tujuan dan alternatifnya. (lan)

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama