Formula “ABC”, Rumus Sederhana Berhenti Merokok

Ketua PAEI Prov Bali Dr. I Wayan Gede Artawan menyebut Formula “ABC”, merupakan rumus sederhana berhenti merokok. (Foto: lan)

BADUNG, PERSPECTIVESNEWS — Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Provinsi Bali, Dr I Wayan Gede Artawan, menyampaikan, edukasi berhenti merokok harus dimulai dari keluarga hingga layanan kesehatan, didukung dengan penegakan regulasi yang konsisten.

Kepada wartawan seusai Workshop Pengendalian Tembakau yang digelar bersama Udayana Central di Bali, Dr Artawan menegaskan bahwa kebiasaan merokok masih dianggap hal wajar oleh sebagian besar masyarakat. Kondisi itu membuat upaya berhenti merokok sulit dilakukan, meski bahaya rokok telah banyak disosialisasikan.

 “Ada anggapan merokok itu hak asasi manusia. Padahal hak asasi manusia adalah menghirup udara bersih dan sehat tanpa asap rokok,” ujar Dr Artawan sembari menambahkan bahwa upaya menekan jumlah perokok di Indonesia, terutama di kalangan anak dan remaja, membutuhkan pendekatan yang lebih kuat dan terstruktur.

 Menurutnya, normalisasi perilaku merokok membuat keluarga enggan menegur anggota yang merokok, bahkan di sekitar anak dan ibu hamil. Hal itu berkontribusi pada meningkatnya angka perokok pemula yang pada beberapa kasus ditemukan mulai merokok sejak usia 5–9 tahun.

Rumus Sederhana Berhenti Merokok: Formula ABC

Untuk membantu perokok berhenti, Dr Artawan menjelaskan adanya pendekatan sederhana yang dapat diterapkan oleh tenaga kesehatan, yakni formula ABC:

•             A (Ask): Menanyakan apakah pasien atau keluarga memiliki kebiasaan merokok.

•             B (Brief Advice): Memberikan pesan singkat mengenai pentingnya berhenti merokok.

•             C (Cessation Support): Mendukung dan membantu pasien melalui proses berhenti merokok.

Namun kenyataannya, ia menyebut formula ini belum diterapkan secara merata. “Di banyak layanan, petugas belum rutin menanyakan riwayat merokok. Padahal itu penting, terutama pada layanan KIA, TBC, ISPA, gizi, hingga penyakit tidak menular,” imbuhnya.

Motivasi keluarga, disebut Dr Artawan, sebagai faktor terkuat. Tanpa dukungan rumah tangga, banyak perokok kembali merokok hanya dalam 1–2 hari karena craving nikotin.

Puskesmas Harus Lebih Aktif

Sementara itu, perwakilan Badan Eksekutif ADINKES, Halik Sidik, menyoroti pentingnya peran puskesmas dalam layanan berhenti merokok. Ia menyebut puskesmas sebenarnya sudah memiliki data keluarga perokok yang dapat menjadi dasar intervensi.

“Puskesmas bisa menggarap keluarga-keluarga yang ada perokoknya. Ada contoh baik seperti Puskesmas Mengwi 2 di Badung yang sudah menjalankan layanan berhenti merokok dengan baik,” ujarnya.

Halik juga menegaskan pentingnya implementasi PP 28/2024, yang di antaranya melarang penjualan rokok batangan dan penjualan kepada anak di bawah 18 tahun. Namun, ia mengakui penegakan aturan itu masih belum optimal.

“Secara aturan sudah jelas, tapi implementasinya lemah. Dinas kesehatan tidak bisa menegakkan sendiri. Harus ada peran Kominfo, Satpol PP, dan dinas pendapatan daerah,” katanya.

Ia menjelaskan perlunya sistem pelaporan publik agar masyarakat dapat melaporkan iklan rokok, baik di media sosial maupun spanduk luar ruang yang melanggar ketentuan radius dari sekolah.

Perubahan Budaya

Dr Artawan menegaskan bahwa edukasi berhenti merokok tidak hanya berbasis medis, tetapi perlu didorong melalui perubahan budaya. Ia mencontohkan beberapa desa adat di Bali yang mulai tidak lagi menyajikan rokok dalam kegiatan adat.

“Langkah kecil seperti itu sangat penting. Kita sedang berupaya menghapus normalisasi rokok di masyarakat,” tutur Dr Artawan.

Bahkan, kata dia, restoran dan hotel yang menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terbukti lebih diminati keluarga.

“Ibu-ibu lebih memilih tempat makan yang bebas asap rokok. Ini bukti bahwa KTR bukan hanya untuk kesehatan, tapi juga menguntungkan secara ekonomi,” ujarnya.

Harus Jalan Bersama

Baik PAEI Bali maupun ADINKES sepakat bahwa upaya berhenti merokok membutuhkan kerja kolektif. Pilar utama yang ditekankan:

•             Edukasi terstruktur dan mudah dipahami masyarakat

•             Dukungan keluarga sebagai motivasi utama berhenti merokok

•             Puskesmas sebagai pusat layanan berhenti merokok

•             Penegakan penuh PP 28/2024

•             Perubahan budaya agar merokok tidak lagi dianggap normal

“Pada akhirnya ini tentang melindungi anak dan generasi muda. Semakin cepat kita berhenti menormalisasi rokok, semakin cepat perubahan terjadi,” tutup Dr Artawan. (lan)

 

  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama