Foto bersama usai mengikuti Dharma Wacana HUT OJK ke-14, di Kantor OJK Provinsi Bali, Senin (17/11/2025). (Foto: OJK)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ke-14, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelenggarakan Dharma Wacana bertajuk “Membangun Perekonomian dan Industri Keuangan yang Tangguh dalam Mewujudkan Indonesia Maju dari Perspektif Hindu” di Kantor OJK Provinsi Bali, Senin (17/11/2025).
Acara yang dilaksanakan secara hybrid ini menghadirkan Dr. I Made Adi Surya Pradnya, S. Ag., M. Fil. H. dari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa sebagai narasumber, yang mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumber
inspirasi untuk memperkuat pondasi ekonomi nasional dan industri keuangan.
Kegiatan ini dibuka Kepala Kantor OJK Provinsi Bali Kristrianti
Puji Rahayu dan dihadiri oleh I Nyoman Suka Yasa selaku Ketua Dharma Yoga OJK, Pimpinan
di lingkungan OJK Provinsi Bali, Muhamad Mufti Arkan selaku Kepala Kanwil DJPb
Provinsi Bali, Drs. I Wayan Sutela Negara, M.M. selaku Direktur Kepatuhan PT BPD
Bali, I Wayan Suambara selaku Kepala Departemen BNI, A.A. Istri Agung Maharani selaku
Direktur PT Bali Kerthi Development Fund Ventura, dan I Wayan Suandi Adnyana
selaku Sekretaris DPD Perbarindo Bali.
Dalam sambutan Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti
Puji Rahayu menegaskan, “Sebagai umat Hindu dan bagian dari masyarakat
Indonesia, kita percaya bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya didasarkan
pada aspek material semata, tetapi juga harus berlandaskan nilai-nilai dharma,
keadilan, dan keselarasan dengan alam semesta, selayaknya filosofi Tri Hita
Karana (THK) atau Tiga Penyebab Kebahagiaan yang terdiri dari Parahyangan,
Pawongan, Palemahan.
Ditambahkan Puji Rahayu, dalam pelaksanaan tugas
OJK, ada faktor-faktor yang tidak bisa diabaikan, pertama adalah keseimbangan dengan
Parahyangan atau hubungan manusia dengan Tuhan sebagai roh untuk membuat seluruh
peraturan yang berintegritas. Keseimbangan yang kedua yaitu Pawongan, yaitu
bagaimana menjaga keharmonisan dalam berinteraksi dengan para stakeholder. Terakhir
adalah Palemahan dalam konteks insentif yang diberikan oleh industri jasa
Keuangan memberikan akses permodalan kepada pelaku usaha yang berorientasi pada
pelestarian lingkungan sehingga THK sebagai way out life untuk seluruh
warga Bali, ungkapnya.
“Ekonomi harus berorientasi pada keberlanjutan dan
industri keuangan memegang peranan dalam pendanaan hijau, energi terbarukan,
usaha yang ramah lingungan demi menjaga keselarasan alam sebagaimana ajaran
agama Hindu tentang Buana Agung dan Buana Alit. Sehingga keberpihakan kepada UMKM,
keselarasan hubungan dengan stake holder, menjadi kunci kesuksesan kita bersama.
Sagilik-Saguluk Salunglung Sabayantaka, Paras-Paros Sarpanaya, Saling
Asah, Asih, Asuh dan Tat Twam Asi menjadi filosofi yang sangat baik dalam
upaya kolaborasi membangun perekonomian.” sebutnya.
Membentuk Model
Ekonomi Sirkular
Dalam paparan narasumber, disampaikan bahwa kalender
Hindu kaya dengan hari raya dan upacara keagamaan sepanjang tahun, yang selama
ini menjadi motor penggerak ekonomi rakyat di
Bali khususnya. Melalui konsep Panca
Yadnya, aktivitas ekonomi berputar secara alami.
Ditekankan pula bahwa praktik keagamaan Hindu secara
tradisional telah membentuk model ekonomi sirkular
yang berkelanjutan:
a.
Produksi: Petani menghasilkan beras, bunga, buah, dan bahan
baku lainnya;
b.
Distribusi: Pedagang menyalurkan produk ke masyarakat;
c.
Pengolahan: Sarati mengolah bahan menjadi banten;
d.
Konsumsi Ritual: Banten digunakan dalam upacara keagamaan;
e.
Distribusi Prasadam: Hasil lungsuran dikonsumsi manusia maupun hewan;
dan
f.
Pengomposan: Sisa organik kembali menjadi pupuk untuk pertanian.
Model ini mencerminkan ekosistem ekonomi yang lestari, sesuai prinsip
keberlanjutan yang kini diusung industri keuangan modern.
Perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat juga
mendorong tumbuhnya berbagai sektor ekonomi baru, seperti peningkatan
pertumbuhan jasa crematorium, berkembangnya pasar banten cepat saji, dan meningkatnya
layanan “one-stop service” kebutuhan Yadnya. Perubahan ini berlangsung organik, dan memperlihatkan bagaimana tradisi mampu
beradaptasi serta menciptakan peluang ekonomi baru bagi UMKM dan masyarakat
luas.
Dharma Wacana menyoroti pentingnya keluarga sebagai pondasi ekonomi masyarakat Hindu melalui
pendidikan finansial sejak dini, transfer keterampilan lintas generasi, penanaman
nilai keseimbangan antara dharma (etika), artha (kemakmuran), kama (keinginan),
dan moksha (spiritualitas), penguatan modal sosial dalam jaringan keluarga dan komunitas.
Keluarga dengan nilai-nilai kuat menjadi pilar dalam membentuk masyarakat yang
mandiri secara finansial dan berkarakter.
Melalui Dharma Wacana ini, OJK menegaskan kembali pentingnya memadukan
kearifan lokal, nilai-nilai budaya, serta prinsip tata kelola modern untuk
memperkuat sistem keuangan nasional.
Nilai‐nilai seperti dharma, swadharma, karma yoga,
dan dana punia mendorong perilaku ekonomi yang jujur, produktif, dan
berorientasi pada pelayanan menuju Lokasamgraha atau kesejahteraan bagi semua. Perspektif Hindu yang menekankan keseimbangan,
keberlanjutan, integritas, dan pelayanan menjadi landasan
penting dalam mendorong tercapainya Indonesia
Emas. (ojk/lan)
