Bupati Kembang saat meninjau penanganan sampah (teba) di salah satu rumah warga, Rabu (17/12/2025). (Foto: Hms Jbr)
JEMBRANA, PERSPECTIVESNEWS- Kabupaten Jembrana
sebagai pintu gerbang barat Pulau Bali, memiliki peran penting tidak hanya
penghubung ekonomi tapi juga benteng lingkungan. Namun, Jembrana juga tak luput
dari persoalan lingkungan utamanya sampah yang kini menjadi isu nasional.
Tantangan Jembrana terletak pada ketergantungan yang tinggi
terhadap TPA Peh yang makin terbatas kapasitasnya.
Di sisi lain, sama seperti wilayah lainnya di Bali, terjadi
peningkatan signifikan dalam volume timbulan sampah harian. Peningkatan ini,
dipicu pertumbuhan ekonomi, populasi hingga perilaku konsumtif masyarakat.
Dalam respons proaktif terhadap permasalahan itu, Pemkab
Jembrana telah merancang langkah langkah penanganan bahkan strategi penanganan
sampah jangka panjang bertajuk "Roadmap Penanganan Sampah jangka Pendek
2025 – 2026” telah disusun.
Strategi ini menandai pergeseran paradigma penanganan
sampah, dari sekadar membuang menjadi memanfaatkan.
Fokusnya pada pengurangan sampah dari sumber, peningkatan
daur ulang, dan implementasi teknologi pengolahan modern, yaitu Refuse Derived
Fuel (RDF).
Strategi itu mengedepankan penanganan ketat di tiga sektor
yakni hulu (sumber sampah), tengah dan hilir.
Untuk sektor hulu akan difokuskan pada penanganan sampah
berbasis sumber. Bupati Jembrana telah mengeluarkan instruksi Bupati Nomor 1 Tahun
2025 terkait dengan kewajiban menyediakan teba moderen di rumah tangga.
Kebijakan ini dimulai dari ASN, perkantoran hingga kemudian
akan berlaku di masing-masing rumah tangga masyarakat. Program ini didukung
oleh program Jembrana KEDAS, bank sampah unit sekolah, perkantoran dan desa
serta bank sampah induk di masing-masing kecamatan.
Sementara di sektor tengah, dengan mengoptimalisasi TPS3R,
sekolah KEDAS peningkatan kapasitas pengelola sampah hingga pengawasan
pelaksanaan Perda 8 Tahun 2013.
Terakhir di sektor hilir, peningkatan daur ulang, dan
implementasi teknologi pengolahan modern, yaitu Refuse Derived Fuel (RDF) serta
optimalisasi TPST.
Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan menyatakan, masalah
sampah memerlukan solusi jangka panjang dan berkelanjutan yang melibatkan
seluruh elemen masyarakat.
"Kami tidak bisa lagi hanya menimbun sampah. TPA Peh
kita sangat terbatas kapasitasnya. Perluasan pun tak mungkin. Namun kami komitmen
untuk menjadikan Jembrana bersih, lestari, sekaligus persoalan TPA teratasi.
Teknologi RDF bukan hanya solusi pengolahan, tetapi juga langkah penting dalam
ekonomi sirkular dan penciptaan energi alternatif," ujar Kembang saat dihubungi
Rabu (17/12/2025).
Namun lanjut Kembang, partisipasi aktif dalam memilah sampah
di rumah tangga adalah kunci keberhasilan program ini,
Karena itu, ia mengatakan telah membangun pondasi penanganan
sampah di Jembrana. Mulai dari kelian, perbekel, camat, dan lain sebagainya.
Jadi sinergitas antara Bupati, unsur kewilayahan, PKK dan lain sebagainya,
sudah dibangun. Jadi distribusi tanggung jawab sampah itu sudah dilaksanakan
sampai ke level ke wilayah.
Semua kegiatan-kegiatan, perayaan, seremonial dan lain
sebagainya dialihkan ke kegiatan-kegiatan yang peduli terhadap lingkungan.
Misalnya penanaman pohon, gotong royong hingga bersih-bersih sampah plastik.
Termasuk meniadakan seremonial umunya seperti pelepasan balon, stereofom,
penggunaan plastik diganti dengan bahan bahan ramah lingkungan dan mengurangi
timbulan sampah.
“Kita mengajak semua stakeholder bergotong royong untuk
mulai peduli terhadap penanganan sampah di wilayahnya masing-masing. Dan ini
memang perlu bertahap, tidak serta-merta bisa langsung jadi, tapi perlu
bertahap pengawasan dan sebagainya,“ paparnya.
Bupati Kembang berada di salah satu sekolah untuk melihat dari dekat penanganan sampahnya. (Foto: Hms Jbr)
Khusus pengolahan sampah melalui pemanfaatan mesin RDF,
Pemkab Jembrana pada tahun 2025 ini diberikan bantuan oleh provinsi Bali
melalui BKK senilai Rp 4 miliar. Nilai itu digunakan untuk membeli mesin pengolah sampah menjadi
RDF saat ini sedang proses instalasi dan efektif beroperasi awal tahun 2026.
“Kenapa RDF, kita melihat kondisi TPA Peh yang terbatas
lahannya, perluasan lahan TPA yang kecil sekali, makanya inovasi teknologi
sebagai jawaban penanggulangan sampah di Jembrana. Targetnya kita punya 3 modul,
dengan kapasitas 90 ton,“ ujarnya.
Di sisi lain, Kadis Lingkungan Hidup Jembrana Dewa Gede Ary
Chandra mengatakan rata-rata sampah harian masuk di Jembrana mencapai 50-60 ton
per hari. Dengan adanya satu RDF, akan
mampu mengolah sampah yang masuk ke TPA dengan kapasitas 30 ton per 8
jam.
”Mesin RDF yang kedua sudah kita usulkan ke provinsi pada
tahun 2026 sementara mesin ketiga diharapkan tersedia di tahun 2027, tentunya
dengan menggandeng pihak-pihak lainnya sehingga ke depan tidak ada lagi
pembuangan sampah ke TPA dengan sistem open dumping, tapi semua diolah RDF. Kita
juga antisipasi lonjakan sampah pada momen tertentu, misalnya saat hari raya,
mudik dan lainnya,“ terang Ary Chandra.
Langkah lainnya kata Ary Chandra, dengan menata lagi TPA
yang sudah eksisting. Ada 30 ton space yang bisa digunakan setiap hari
guna menata TPA eksistisng yang sudah 30 tahun itu.
”Pelan-pelan kita kelola jadikan RDF. Jika ini berjalan,
praktek open dumping ke TPA sudah sangat sangat berkurang disamping tentunya
tetap langkah perbaikan di hulu, edukasi di masyarakat tetap dilaksanakan,“ ujar
Ary Chandra. (abhi/humas jembrana)

