Perspectives News

Wartawan pun Tertipu Investasi Ilegal, Tak Paham Prinsip 2L?

 

Kepala Departemen Pelindungan Konsumen OJK, Rudy Agus P. Raharjo (kiri) saat memberikan materi ‘Penanganan Entitas Keuangan Ilegal/Anti-Scam’, pada ‘Journalist Class Angkatan 11’, di Bali, 26-27 Mei 2025 yang diselenggarakan OJK.  (Foto: Ari)

BADUNG, PERSPECTIVESNEWS- Ternyata, yang menjadi korban investasi ilegal bukan saja masyarakat, para jurnalis/wartawan pun tak luput dari iming-iming pengembalian (return) investasi dengan bunga tinggi dalam waktu singkat.

Wartawan yang terjebak dalam investasi ilegal ini ada yang melapor tetapi banyak juga yang tidak melakukannya dengan pertimbangan malu.

Kepala Departemen Pelindungan Konsumen OJK, Rudy Agus P. Raharjo kepada perspectivesnews.com menegaskan jika korban investasi ilegal bisa terjadi kepada siapa saja termasuk para wartawan.

Meskipun belum pernah melakukan ‘pengelompokan’ pada kelas masyarakat, namun Rudy mengingatkan semua orang berpotensi terjebak terutama jika tidak atau belum memiliki literasi keuangan yang cukup.

“Korban bisa dari masyarakat kelompok kelas bawah, menengah maupun atas, apakah berpendidikan rendah atau tinggi, termasuk kalangan wartawan. Selama ini korban dari kalangan wartawan jarang mau melapor dan tidak terekspos karena malu,” tutur Rudy saat membawakan materi ‘Penanganan Entitas Keuangan Ilegal/Anti-Scam’, pada ‘Journalist Class Angkatan 11’, di Bali, 26-27 Mei 2025 yang diselenggarakan OJK.

“Sebetulnya data itu ada, tapi saya belum mengelompokkan lebih detail terkait korban. Apakah itu ibu-ibu rumah tangga atau guru atau kalangan wartawan. Kita belum melakukan sampai sedalam itu, termasuk apakah mereka terjebak karena literasi yang kurang,” katanya.

Rudy tak menampik jika alasan utama seseorang terjebak pada investasi ilegal karena memang tingkat literasi yang rendah.

“Selain itu adanya hasrat yang besar untuk cepat kaya dan mendapatkan keuntungan tinggi dalam waktu singkat dan mudah. Masifnya tawaran dan iming-iming dengan keuntungan besar tanpa memikirkan resiko, menjadi penyebabnya,” tambah Rudy.

Rudy mengimbau agar berhati-hati dan memahami produk yang ditawarkan termasuk apa resikonya. Kita harus benar-benar tahu apa manfaatnya, apa saja hak dan kewajiban serta biayanya. 

Rudy minta agar masyarakat/konsumen pintar dan kritis saat ada tawaran seperti itu. “Agar tidak terjebak, sebaiknya masyarakat memahami prinsip 2L yakni Legal dan Logis. Legal, apakah tawaran investasi itu sudah memiliki legalitas dan tercatat di OJK?, demikian juga unsur Logis. Apakah keuntungan bunga tinggi yang diberikan sudah sesuai regulasi sebuah investasi legal?,” ujar Rudy.

Blokir Dana Penipuan Ratusan Miliar Rupiah

Terkait upaya pelindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan, OJK kembali menegaskan komitmennya, salah satunya dengan hadir sebagai garda terdepan dalam mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan demi memastikan perlindungan maksimal bagi masyarakat.

Hal ini sejalan dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya ancaman kejahatan digital yang menyasar masyarakat. Dengan adanya IASC (Indonesia Anti-Scam Centre), diharapkan pemahaman konsumen/masyarakat lebih meningkat.

Rudy menambahkan, belakangan ini banyak modus penipuan dengan nilai kerugian fantastis mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah.

“Data terkini dari IASC (Indonesia Anti-Scam Centre) periode 22 November 2024 hingga 26 Mei 2025 menunjukkan angka yang mencengangkan. Total ada 129.841 laporan diterima IASC, dengan 43.959 laporan langsung dari korban dan 85.882 laporan yang ditindaklanjuti melalui pelaku usaha dengan total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp 2,6 triliun. IASC berhasil memblokir dana sebesar Rp 161,8 miliar, menunjukkan success rate blokir dana sebesar 6,29 persen. Sementara itu, dari 210.258 rekening yang dilaporkan, 47.860 rekening telah berhasil diblokir, mencatatkan success rate blokir rekening 22,76 persen,” sebut Rudy.

Rudy prihatin sebab angka ini menunjukkan betapa masifnya modus penipuan di sektor jasa keuangan dan sekaligus menegaskan urgensi peran IASC dalam memitigasi kerugian masyarakat,” ujarnya.

Ditambahkan, tujuan utama IASC adalah memblokir transaksi keuangan yang terindikasi penipuan, berupaya menyelamatkan dana korban penipuan, serta mengidentifikasi pelaku kejahatan dan mempercepat proses penindakan hukum.

Selain itu, IASC merupakan inisiatif OJK bersama otoritas/kementerian/lembaga yang tergabung dalam Satgas PASTI dan didukung oleh asosiasi industri terkait untuk membangun forum koordinasi penanganan penipuan (Scam) di sektor keuangan agar dapat ditangani secara cepat dan berefek-jera.

“IASC merupakan kolaborasi lintas lembaga dan industri yang didirikan pada 22 November 2024,” katanya.

Lima Kategori Penipuan Teratas

Ada lima kategori penipuan teratas yang mendominasi aduan. Pertama, penipuan transaksi belanja (jual beli online) sebanyak 26.405 aduan. Kedua, penipuan terkait keuangan lainnya 20.272 aduan. Ketiga, penipuan terkait pihak lain (fake call) 12.720 aduan. Keempat, penipuan investasi 10.307 aduan. Kelima, penipuan penawaran kerja 9.273 aduan.

“Ada juga lima kategori lainnya, penipuan berkedok hadiah atau undian 9.037 aduan, kemudian penipuan melalui media sosial 6.533 aduan, social engineering 5.326 aduan, pinjaman online ilegal 2.543 aduan dan phising 2.210 aduan,” jelasnya.

OJK juga menjelaskan mekanisme pengembalian dana bagi korban penipuan. Pengembalian dana dapat dilakukan jika ada permintaan dari korban, masih terdapat sisa dana di rekening pelaku, dan diterimanya indemnity letter (surat pembebasan tanggung jawab). Proses pengembalian akan dilakukan 20 hari kerja setelah indemnity letter diterima.

“Kami terus berupaya meningkatkan koordinasi dan efektivitas dalam penanganan aduan, termasuk percepatan proses pengembalian dana kepada korban yang memenuhi syarat. Salah satu syarat adalah cepatnya korban melapor karena dalam hitungan menit saja, uang bisa hilang. Segera melapor sehingga IASC segera menindaklanjutinya. Melalui upaya proaktif dan kolaboratif, OJK berkomitmen untuk terus meningkatkan pelindungan konsumen dan memberantas aktivitas keuangan ilegal demi terciptanya ekosistem jasa keuangan yang sehat dan aman,” jelas Rudy. (ari)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama