Perspectives News

Triwulan II 2025, SSK Tetap Terjaga Di Tengah masih Tingginya Ketidakpastian Global

 

 

JAKARTA, PERSPECTIVESNEWS- Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Ketidakpastian global terutama dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik.

Dengan telah tercapainya kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS dengan sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai tetap diperlukan penguatan kewaspadaan serta respons kebijakan yang efektif.

KSSK telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK III tahun 2025 pada Jumat, 25 Juli 2025.

Rapat tersebut menyepakati untuk terus memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan antarlembaga anggota KSSK maupun dengan kementerian/lembaga lain, dalam upaya memastikan agar SSK senantiasa terjaga, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Rilis yang diterbitkan OJK pada Selasa (29/7/2025) itu menyebutkan, ketidakpastian perekonomian global pada triwulan II 2025 tetap tinggi akibat kebijakan tarif resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Pada April 2025, pengumuman tarif resiprokal AS dan retaliasi Tiongkok memicu ketidakpastian ekonomi global. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah pada Juni 2025 meningkatkan ketidakpastian dan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi global, termasuk AS, Eropa, dan Jepang.

Sementara itu, ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2025 tumbuh 5,2% yoy, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,4% yoy akibat turunnya ekspor ke AS. Di sisi lain, ekonomi India diprakirakan tumbuh baik seiring masih kuatnya investasi. Negara berkembang lainnya juga mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor ke AS dan pelemahan perdagangan global.

Pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman, terutama ke aset keuangan di Eropa, Jepang, dan komoditas emas terus terjadi, serta diikuti oleh pergeseran aliran modal dari AS ke emerging markets (EM), mendorong berlanjutnya pelemahan mata uang dolar AS terhadap mata uang global.

Dengan perkembangan tersebut, World Bank pada laporan Juni 2025 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2,9% (PPP weights) pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya 3,2%. OECD pada laporan Juni 2025 juga merevisi ke bawah prakiraan pertumbuhan ekonomi global 2025 dari 3,1% menjadi 2,9%.

KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 tetap terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar 5,0%. Konsumsi dan daya beli yang masih positif serta aktivitas dunia usaha yang resilien turut didukung oleh peran APBN dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Stimulus ekonomi, dorongan implementasi program strategis, dukungan bagi sektor prioritas, serta bantalan untuk sektor yang rentan terus diberikan pemerintah.

Ekspor tetap kuat dengan mencatat surplus neraca perdagangan 15,38 miliar dolar AS ytd per Mei 2025 (Mei ‘24: 13,06 miliar dolar AS ytd). Dari sisi moneter, BI menurunkan suku bunga, melonggarkan likuiditas, dan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan ke sektor-sektor prioritas.

Ke depan, respons bauran kebijakan ekonomi nasional akan terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk aktif menjajaki potensi kerja sama, baik bilateral maupun multilateral.

Keberhasilan negosiasi penurunan tarif resiprokal AS untuk Indonesia menjadi 19% diprakirakan akan menopang kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur.

Di sisi lain, implementasi tarif impor 0% atas produk asal AS diprakirakan mendorong harga produk migas dan pangan domestik lebih rendah. Selain itu, perkembangan risiko rambatan perlu terus dicermati, termasuk kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi di sepanjang triwulan II 2025 (PMI Manufaktur Juni’25: 46,9). Ke depan, peran swasta sebagai motor pertumbuhan juga akan terus didorong melalui percepatan – 2 – deregulasi, termasuk peran Danantara dipastikan berjalan optimal.

Dengan berbagai perkembangan dan koordinasi strategi kebijakan untuk menciptakan multiplier effect lebih besar, ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan akan tumbuh sekitar 5,0%.

Nilai tukar Rupiah tetap stabil dengan kecenderungan menguat didukung oleh kebijakan stabilisasi BI. Pada awal triwulan II 2025, nilai tukar rupiah di pasar off-shore (Non-deliverable Forward/NDF) sempat mengalami tekanan tinggi akibat ketidakpastian ekonomi global sejalan dengan kebijakan tarif resiprokal AS. 

Sebagai respons, BI melakukan intervensi di pasar valas, termasuk intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan, yang mendorong pergerakan Rupiah kembali terkendali.

Pada Mei dan Juni 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan tren penguatan didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi BI di tengah masih tingginya ketidakpastian global. Nilai tukar rupiah pada 30 Juni 2025 tercatat Rp 16.235 per dolar AS, menguat tajam dibandingkan dengan level rupiah yang sempat mencapai Rp 16.865 per dolar AS pada bulan April 2025.

Tren penguatan rupiah juga didukung oleh aliran masuk modal asing ke SBN pada triwulan II 2025 yang mencatat net inflows sebesar 1,6 miliar dolar AS, seiring dengan terjaganya persepsi positif investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Konversi valas ke rupiah oleh eksportir pascapenerapan penguatan kebijakan pemerintah terkait DHE SDA juga mendukung apresiasi nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah hingga 25 Juli 2025 relatif stabil di level Rp16.315 per dolar AS.

Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik. Prospek ini juga dipengaruhi oleh posisi cadangan devisa yang tetap tinggi pada akhir Juni 2025 sebesar 152,6 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah (di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor).  (lan/*)

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama