NKA bersama ibunya Wayan W, di rumahnya di wilayah Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana. (Foto: Ist/Perspectives)
JEMBRANA, PERSPECTIVESNEWS- Seorang siswi SMP di Jembrana, NKA (14), terpaksa berhenti sekolah setelah mengalami perundungan atau bullying yang intens dari teman-temannya.
NKA, yang kini sudah enam bulan putus sekolah, mengaku trauma berat dan tidak sanggup lagi kembali ke bangku sekolah.
NKA pun menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya saat bersekolah dengan suara bergetar.
"Saya dijelek-jelekkan, dijauhin, sama sekali enggak disapa. Rasanya tertekan banget," tuturnya saat ditemui.
Perlakuan tidak menyenangkan itu memicu gejala fisik yang mengkhawatirkan pada dirinya. Sang ibu, Wayan W, menuturkan bahwa anaknya kerap gemetaran, sakit, bahkan pernah pingsan.
"Anak saya sempat kurus. Sebagai orang tua, kami sudah mendorong dia untuk kembali sekolah, bahkan sampai ikut ke sekolah, tapi dia tetap tidak mau karena merasa tertekan," jelas Wayan W.
NKA yang merupakan siswi kelas dua SMP, memutuskan berhenti sekolah menjelang kenaikan kelas tiga. Ia mengaku sudah tidak tahan dengan perundungan yang ia alami sejak kelas satu SMP.
"Saya sudah berusaha bertahan, tapi akhirnya enggak kuat lagi," katanya.
Meski demikian, NKA tidak menyerah pada nasib. Ia berencana mengambil paket C dan sambil mengisi waktu luang, ia membantu ibunya membuat kerajinan.
Gadis berambisi ini juga memiliki keinginan besar untuk belajar Bahasa Inggris dan bekerja di luar negeri.
Seorang relawan kemanusiaan yang peduli bahkan telah memberikan bantuan modal sebesar Rp500 ribu untuk ALDP memulai usaha jualan es dan makanan ringan.
Pihak terkait, termasuk Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Jembrana, I Gusti Putu Anom Saputra, menanggapi serius kasus ini.
"Kami akan mengunjungi ALDP dan memberikan beberapa alternatif, termasuk opsi mengikuti kejar paket yang masih terbuka," ujarnya.
Sementara itu, Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi, menegaskan pentingnya konseling psikologi bagi ALDP.
"Jika anak sampai sakit dan tidak mau sekolah, itu berarti ada trauma luar biasa. Penting bagi dia untuk mendapatkan konseling agar bisa kembali percaya diri," kata Ida Ayu.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak mengenai dampak serius perundungan di lingkungan sekolah.
Meskipun pihak sekolah membantah adanya bullying, seperti yang diungkapkan Ketua LPAI Cabang Jembrana, I Nengah Suardana, dukungan emosional dan intervensi profesional tetap menjadi kunci untuk membantu korban pulih dan kembali menatap masa depan. (dik)
