Wakil Menteri Kebudayaan RI Giring Ganesha, Direktur Warisan
Budaya Made Dharma Suteja, pendiri ARMA Museum Ubud, Anak Agung Gede Rai, dan Director
of ARMA Museum, Agung Yudi masing-masing bersama istri membuka ARMA Fest 2025
dengan memukul kulkul. (Foto: djo)
GIANYAR, PERSPECTIVESNEWS – Wakil Menteri Kebudayaan RI, Giring Ganesha membuka ARMA Fest 2025 di ARMA Museum Ubud, Sabtu (27/9/2025). Giring menyebut bahwa kebudayaan harus menjadi wajah Indonesia sehingga keberadaan museum, sanggar seni, maupun festival-festival budaya, harus disuport.
“Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Kebudayaan) akan
terus mensuport keberadaan dan melestarikan museum seperti ARMA ini, sanggar
seni maupun budayawan dengan berbagai aktivitasnya,” ujar Wamen Giring dalam
penjelasannya kepada wartawan sesaat sebelum membuka ARMA Fest 2025.
ARMA Fest 2025 dengan tema: “Preserving Culture”, merupakan festival
seni budaya berlangsung dua hari, dan tahun ini adalah edisi ketiga setelah
tahun 2023 dan 2024 sukses digelar.
Giring mengatakan, kehadirannya bersama keluarga di ARMA
Fest 2025 karena di ARMA ada berbagai kegiatan dalam rangka pelestarian budaya.
Selain itu, dirinya juga sangat bersemangat bertemu dengan pendiri ARMA Museum,
yakni Anak Agung Gde Rai.
“ARMA Museum sudah menjadi tempat tujuan wisata para turis
asing, karena di sini mereka para turis belajar melukis, memahat, membuat
topeng maupun belajar seni budaya Bali lainnya,” ujar Wamen Giring.
Ia menambahkan, karena budaya harus menjadi wajah Indonesia,
maka dirinya bersama Menteri Kebudayaan secara bergantian mengunjungi
daerah-daerah di Indonesia sekaligus melakukan inventarisasi budaya suatu
daerah.
Tidak saja itu, kata Giring, setiap berkunjung ke daerah
dirinya menyempatkan diri menemui tokoh budayawan untuk mendiskusikan agar
budaya daerah tersebut lestari. “Menjadikan budaya wajah Indonesia selalu menjadi
motivasi saya bekerja,” imbuhnya.
Founder ARMA Museum Ubud, Anak Agung Gede Rai (tengah) seusai press conference terkait ARMA Fest 2025, Sabtu (27/9/2025) (Foto: djo)
Sementara founder
ARMA Museum Ubud, Anak Agung Gede Rai mengatakan sudah dari dulu pihaknya mencanangkan
ARMA membangun pertukaran budaya dengan negara lain, dengan kekayaan budaya dan
perspektif masing-masing.
“ARMA mengimplementasikan trihita karana sejak 1996 sehingga
tempat kami ini menjadi living tradisi, bahkan seniman-seniman berkarya di
sini. Ini visi dan misi memperkenalkan budaya nusantara,” kata pria yang akrab
disapa Gung Ajik ini.
Dia menambahkan, ARMA Museum didedikasikan bagi masyarakat
dan bangsa Indonesia yang ingin belajar dan melestarikan budaya Bali.
Sayangnya, lanjut dia, untuk menggugah minat masyarakat mengunjungi museum
dengan menggelar festival, tidaklah mudah. Festival digelar, lanjut dia,
semata-mata untuk melestarikan budaya luhur.
Ketua Panitia yang juga Director of ARMA Museum, Agung Yudi,
mengatakan ARMA Fest 2025 sebagai ruang publik dan pusat seni budaya Bali. ARMA
Fest hadir dengan rangkaian program seni yang kaya, mulai dari pertunjukan tari
dan musik tradisi, lokakarya seni, diskusi budaya, pameran seni rupa, pemutaran
film (film screening), hingga tur museum.
“Lebih dari 150 seniman, komunitas, dan sanggar seni dari
berbagai daerah di Bali berpartisipasi, menjadikan festival ini ajang
kolaborasi dan perayaan kreativitas lintas generasi, selain itu kami juga
menyiapkan both untuk UMKM berpartisipasi,” ucap Agung Yudi.
Dia menambahkan ARMA Fest akan terus dilakukan perbaikan di
tahun mendatang melalui program yang lebih kreatif, memberikan peluang pada
generasi muda untuk meningkatkan kesadaran kepada anak muda untuk berkunjung ke
museum. “Juga bagaimana UMKM dilibatkan dengan tetap berbasis budaya,”
pungkasnya. (djo)