Kantor Pengadilan Negeri (PN) Jembrana. (Foto: Dik/Perspectives)
JEMBRANA, PERSPECTIVESNEWS- Mantan bendahara LPD Desa
Adat Yehembang Kauh, I Gusti Ayu Kade Juli Astuti, harus menerima kenyataan
pahit setelah divonis dalam kasus korupsi.
Meskipun telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 304
juta kepada LPD, Astuti tidak sanggup membayar pidana denda sejumlah Rp 50 juta
yang dijatuhkan kepadanya.
Akibat ketidakmampuan tersebut, Astuti harus menjalani
penggantian pidana denda tersebut dengan pidana kurungan.
Sementara itu, terpidana lain dalam kasus ini, mantan ketua
LPD Yehembang Kauh, I Nyoman Parwata, yang divonis 4 tahun penjara, masih
menghadapi tantangan untuk melunasi denda Rp 200 juta dan uang pengganti
kerugian negara sebesar Rp 495 juta.
Menurut Humas Kejari Jembrana, Gedion Ardana Reswari,
Parwata telah menyerahkan aset berupa tanah kepada LPD Desa Adat Yehembang Kauh
sebagai upaya untuk membayar denda dan ganti rugi. "Aset tanah sudah
diserahkan kepada LPD untuk uang pengganti dan denda," ujar Gedion.
Pihak Kejari Jembrana kini masih menunggu proses penjualan
aset tanah tersebut oleh LPD. Jika hasil penjualan tanah hanya mencukupi untuk
membayar uang pengganti, maka denda Parwata juga berpotensi diganti dengan
tambahan pidana.
Parwata sendiri telah divonis pidana tambahan 3 bulan
kurungan jika tidak mampu membayar denda, dan 1 tahun penjara jika tidak mampu
menutupi uang pengganti dari sita harta.
Kasus korupsi ini menyoroti bagaimana kesulitan finansial
para terpidana berdampak langsung pada pelaksanaan putusan pengadilan, terutama
bagi Astuti yang harus mengganti denda dengan hukuman kurungan. (dik)
