Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 November 2025. (Foto: OJK)
JAKARTA, PERSPECTIVESNEWS- Rapat Dewan
Komisioner Bulanan (RDKB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 November 2025
menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga dan perekonomian global secara umum berada dalam kondisi yang relatif stabil.
‘Meskipun sejumlah indikator menunjukkan tanda-tanda moderasi di
beberapa kawasan, aktivitas manufaktur global masih berada di zona ekspansi,
terutama di negara-negara maju, sementara kinerja perdagangan dunia cenderung mendatar.
Kondisi keuangan global juga relatif longgar seiring arah kebijakan moneter
yang lebih akomodatif, meskipun sentimen pasar menuju 2026 tetap berhati-hati
akibat meningkatnya risiko fiskal dan kenaikan imbal hasil obligasi jangka
panjang,» ungkap Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan
Komunikasi M. Ismail Riyadi pada rapat yang digelar Kamis (11/12/2025).
Sepanjang tahun 2025, SJK secara umum menunjukkan ketahanan yang kuat di
tengah berbagai dinamika global dan domestik.
Di pasar modal, meskipun sempat mengalami tekanan pada akhir triwulan I
2025 akibat sentimen negatif perdagangan global, IHSG mampu pulih dan kembali
berada pada tren positif, ditopang oleh respons kebijakan yang adaptif dari OJK
dan BEI melalui kebijakan buyback tanpa RUPS, penyesuaian batasan trading
halt, serta penerapan asymmetric auto rejection. Setelah periode
volatilitas tersebut, IHSG menunjukkan resiliensi yang tinggi dan bahkan
mencatat sejumlah rekor tertinggi sepanjang 2025, mencerminkan kepercayaan
investor yang tetap terjaga.
Dari sisi intermediasi, pertumbuhan kredit perbankan dan pembiayaan
mengalami moderasi dibandingkan tahun lalu, terutama pada segmen-segmen yang
terdampak perlambatan kinerja sektor riil. Premi asuransi, khususnya asuransi
jiwa, juga tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, ketahanan industri jasa keuangan dinilai tetap kuat,
ditopang oleh permodalan yang solid, kecukupan pencadangan, serta profil risiko
yang terkendali. Kondisi ini menjadi modalitas untuk ruang ekspansi kinerja
sektor jasa keuangan yang lebih luas ke depan, didukung dengan implementasi
kebijakan pendalaman pasar keuangan, perluasan akses pembiayaan, serta
penguatan integritas dan tata kelola di seluruh SJK.
OJK senantiasa mengarahkan SJK untuk turut berkontribusi optimal
terhadap program prioritas pemerintah, dengan memastikan penerapan prinsip
manajemen risiko dan tata kelola yang baik guna menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.
Kinerja intermediasi perbankan meningkat dengan profil risiko yang terjaga
dan likuiditas di level yang memadai. Pada Oktober 2025, kredit tumbuh 7,36
persen yoy (Sep-25: 7,70 persen)
menjadi sebesar Rp8.220,21 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi mencatatkan pertumbuhan
tertinggi yaitu sebesar 15,72 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi tumbuh 7,03
persen, sementara Kredit Modal Kerja tumbuh 2,39 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit
korporasi tumbuh sebesar 11,02 persen, sementara kredit UMKM terkontraksi 0,11 persen yoy.
Pertumbuhan kredit sebesar 7,36 persen tersebut terutama
dikontribusikan dari pertumbuhan pada sektor rumah tangga sebesar 7,28 persen,
diikuti industri pengolahan sebesar 7,53 persen, serta pertambangan dan
penggalian sebesar 14,58 persen.
Selanjutnya, penyaluran kredit ke beberapa sektor
tercatat tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit antara lain pada sektor administrasi pemerintah,
pertahanan, dan jaminan sosial sebesar 36,79 persen; pengadaan listrik, gas,
uap/air panas dan udara dingin sebesar 26,40 persen; aktivitas profesional,
ilmiah, dan teknis sebesar 25,32 persen, dan aktivitas jasa lainnya sebesar
22,84 persen.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh tinggi sebesar 11,48
persen yoy (Sep-25: 11,18 persen) menjadi Rp9.756,6 triliun. BI-Rate
tetap stabil setelah turun 125 bps sejak awal tahun, dan telah diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan secara bertahap.
Dibandingkan tahun sebelumnya, rerata tertimbang suku bunga kredit rupiah
tercatat turun 16 bps (yoy) dan 5 bps (mtm) menjadi 9,01 persen pada Okt-25
dari 9,17 persen pada Okt-24 dan 9,06 persen pada
Sep-25, utamanya didorong penurunan suku bunga kredit produktif.
Suku bunga Kredit Modal Kerja turun 42 bps (yoy) dan 16 bps (mtm) menjadi
8,30 persen pada Okt-25 dari 8,72 persen pada
Okt-24 dan 8,46 persen pada Sep-25.
Sementara itu, suku bunga Kredit Investasi turun 39 bps (yoy) namun masih meningkat 7 bps (mtm) menjadi 8,32 persen pada Okt-25 dari 8,71 persen pada Okt-24 dan 8,25 persen pada
Sep-25.
Dari sisi penghimpunan dana, rerata tertimbang suku bunga DPK rupiah juga
terpantau menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 10 bps (Okt-25: 2,85
persen; Sep-25: 2,95 persen) dengan penurunan pada semua jenis DPK, terutama
deposito, sejalan dengan tren penurunan suku bunga BI-Rate. Suku bunga
tertimbang DPK juga turun 22 bps dibandingkan Oktober tahun lalu sebesar 3,07
persen. Adapun suku bunga Deposito tercatat turun 53 bps (yoy) dari 5,28 persen
pada Okt-24 dan 21 bps (mtm) dari 4,96 persen pada Sep-25 menjadi 4,75 persen
pada Okt-25.
Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2025 memadai, dengan rasio Alat
Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan
Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,97 persen (Sep-25:
130,47 persen) dan 29,47 persen (Sep-25: 29,30 persen), masih di atas threshold masing-masing sebesar 50
persen dan 10 persen. Adapun Liquidity
Coverage Ratio (LCR) berada di level 210,43 persen. Selanjutnya LDR
tercatat sebesar 84,26 persen, dinilai masih memadai dalam mengantisipasi
peningkatan kredit.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,25 persen (Sep-25: 2,24
persen) dan NPL net relatif stabil
sebesar 0,90 persen (Sep-25: 0,87 persen). Loan
at Risk (LaR) turun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 9,41 persen (Sep-25:
9,52 persen).
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang
berada di level tinggi sebesar 26,38 persen (Sep-25: 26,15 persen), sehingga
dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk mengantisipasi kondisi
ketidakpastian global.
Selanjutnya, porsi kredit Buy Now Pay
Later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,31 persen dari total kredit
perbankan dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per Oktober 2025, baki debet kredit BNPL perbankan sebagaimana dilaporkan melalui
SLIK, tumbuh 21,03 persen yoy (Sep-25: 25,49 persen) menjadi Rp25,72
triliun (Sep-25: Rp24,86 triliun), dengan jumlah rekening mencapai 30,99 juta
(Sep-25: 30,31 juta) dan NPL gross
sebesar 2,50 persen (Sep-25: 2,61 persen).
