Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Bali Timur Made Maha Widyartha ketika menggelar rapat. (Foto: Humas Pemprov Bali)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS - Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) Bali Timur, Made Maha Widyartha, memberikan klarifikasi resmi
terkait pemberitaan mengenai dugaan pembangunan vila di kawasan hutan
Kintamani, Bangli.
Dalam
keterangan tertulis di Denpasar, Jumat (10/10/2025), Made Maha Widyartha menegaskan bahwa
pembangunan tersebut bukan vila di kawasan hutan lindung, melainkan sarana dan
prasarana wisata alam di kawasan konservasi yang telah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Klarifikasi
ini disampaikan menanggapi berita yang beredar di portal suluhrakyat.id
berjudul “Viral Proyek Bangunan Vila di Kawasan Hutan Lindung Kintamani, Jetet:
Itu Wewenang BKSDA Bali!” yang sempat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
“Perlu kami
luruskan, lokasi tersebut adalah kawasan konservasi, bukan hutan lindung.
Pembangunan di kawasan konservasi dimungkinkan, asalkan mendukung fungsi wisata
alam dan tidak merusak ekosistem,” ujar Made Maha Widyartha.
Menurutnya,
dasar hukum pembangunan sarana dan prasarana wisata alam tersebut mengacu pada
dua regulasi utama, yakni Peraturan Menteri LHK Nomor P.8 Tahun 2019 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Konservasi dan Peraturan Menteri LHK
Nomor P.13 Tahun 2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di
Kawasan Hutan.
Dalam
ketentuan tersebut dijelaskan bahwa kegiatan pembangunan diperbolehkan untuk
mendukung kegiatan wisata alam seperti penyediaan pos informasi, jalur
interpretasi, shelter, toilet, hingga akomodasi ramah lingkungan (eco-lodge),
selama mengikuti zonasi kawasan konservasi dan mendapatkan persetujuan teknis
dari otoritas kehutanan.
“Luas
bangunan fisik maksimal hanya boleh 10 persen dari luas tapak pemanfaatan yang
telah ditetapkan dalam izin usaha wisata alam. Ketentuan ini dibuat untuk
menjaga keseimbangan antara fungsi konservasi dan pemanfaatan kawasan,” terang
Maha Widyartha.
Lebih jauh
dijelaskan, setiap pemegang izin pembangunan wajib memperhatikan desain ramah
lingkungan, meminimalkan perubahan bentang alam, serta melibatkan masyarakat
sekitar dalam pengelolaan kegiatan wisata alam.
KPH Bali
Timur juga terus melakukan pengawasan lapangan agar kegiatan pembangunan tetap
berjalan sesuai prinsip pelestarian lingkungan dan tidak menimbulkan kerusakan
ekosistem.
“Kami
pastikan tidak ada pembangunan yang melanggar aturan. Setiap kegiatan wajib
memiliki dokumen teknis seperti site plan dan dokumen lingkungan (UKL-UPL atau
AMDAL) yang sesuai dengan ketentuan,” tegasnya.
Sebagai
penutup, Made Maha Widyartha mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh
oleh informasi yang belum terverifikasi dan mengedepankan klarifikasi dari
pihak berwenang.
“Kami
terbuka terhadap masukan dan siap memberikan penjelasan bila ada keraguan di
lapangan,” pungkasnya. (lan)