Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno (kanan) saat Internasional Ambassador Talks Cakrawala Volume 6 yang diselenggarakan LSPR Institute Jakarta, Kamis (2/10/2025) (Foto: Public Relations LSPR Institute)
JAKARTA,
PERSPECTIVESNEWS - Indonesia dituntut memainkan peran strategis di tengah
rivalitas dua kekuatan global kelompok BRICS dan Aliansi Barat.
Pesan itu disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia, Arif Havas Oegroseno dalam forum internasional Ambassador Talks
Cakrawala Volume 6, yang digelar LSPR Institute of Communication and Business
(LSPR Institute) di Jakarta, Kamis (2/10/2025), bertepatan dengan Hari Batik
Nasional.
Dengan tema “Multipolaritas dan Global South: Di Mana Posisi
Indonesia antara Ambisi BRICS dan Aliansi Barat?”, forum ini menjadi sorotan
karena membedah arah politik luar negeri Indonesia di tengah dunia yang semakin
multipolar.
Diskusi diadakan di Prof. Dr. Djajusman Auditorium &
Performance Hall, Kampus LSPR Jakarta dengan dihadiri mahasiswa, akademisi, dan
praktisi hubungan internasional.
Rektor LSPR Institute, Associate Professor Dr. Andre
Ikhsano, M.Si., dalam sambutannya menegaskan pentingnya ruang diskusi akademik
seperti ini.
“Kehadiran Bapak Wakil Menteri Luar Negeri akan memperkaya
pemahaman mengenai tantangan dan peluang Indonesia di tengah konstelasi
multipolar dunia,” ujar Andre Ikhsano.
Dalam paparannya, menjawab pertanyaan peserta, Arif Havas
mengaitkan dinamika global dengan sebuah cerita inspiratif tentang bagaimana
Amerika Serikat membangun kekuatannya pasca-Perang Dunia II.
Pada tahun 1950-an, tutur Havas, Penasihat Khusus Presiden
AS Richard Nixon pernah mengajukan pertanyaan sederhana tapi mendasar: “Amerika
sudah unggul secara geopolitik, tapi ekonominya lemah. Bagaimana caranya agar
bisa menjadi global power?”
Jawaban datang dari ekonom Paul Volcker – belakangan
Gubernur Bank Sentral AS (The FED) - yang kelak dikenal sebagai arsitek
kebijakan moneter AS. Gagasannya sederhana: Amerika harus menciptakan defisit
perdagangan sebanyak mungkin, tetapi semua perdagangan itu wajib menggunakan
dolar AS.
Strategi inilah, ucap Havas, yang membuat dolar mendominasi.
Negara-negara dengan surplus dagang menumpuk dolar, lalu menggunakannya untuk
membeli produk dan jasa Amerika, dari McDonald’s hingga Mastercard. Surplus itu
kembali ke Amerika melalui investasi di obligasi, properti, dan bank-bank AS.
“Dengan cara itu dolar menjadi tulang punggung ekonomi
dunia. Amerika bukan hanya berkuasa lewat militernya, tetapi juga melalui
dominasinya atas sistem keuangan global,” ujar Wamenlu Havas.
Ia kemudian memberi contoh nyata. “Di Indonesia saja, kita
bisa merasakan kekuatan dolar. Nilainya berbeda di setiap money changer, bahkan
dolar lusuh sering tidak diterima. Itulah bukti the power of the US dollar yang
jarang kita sadari,” ungkapnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa perdagangan langsung dunia
dengan Amerika hanya sekitar 15 persen, sementara lebih dari 80 persen
perdagangan global terjadi antarnegara lain. “Dalam konteks multipolaritas saat
ini, banyak negara mulai mencari sistem baru di luar dominasi dolar,” imbuhnya.
Relevansi untuk
Indonesia
Menurut Havas, kisah strategi dolar memberi pelajaran
penting: kekuatan global lahir bukan hanya dari militer, tetapi juga dari
strategi ekonomi cerdas. Pelajaran itu relevan bagi Indonesia yang kini
menghadapi tarik-menarik antara BRICS dan Barat.
“Indonesia tidak boleh terjebak dalam blok-blok besar,
tetapi harus cermat memainkan perannya sebagai jembatan antara Global South dan
kekuatan besar dunia,” ujarnya.
Dengan populasi besar, pertumbuhan ekonomi stabil, dan
posisi strategis di Indo-Pasifik, Indonesia memiliki modal untuk menjadi
kekuatan penyeimbang.
“Diplomasi kita harus tetap bebas-aktif. Tantangannya adalah
bagaimana kita bisa berperan aktif tanpa kehilangan jati diri politik luar
negeri Indonesia,” kata Havas.
LSPR Pertegas
Komitmen
Melalui Ambassador Talks, LSPR Institute menunjukkan
konsistensinya menghadirkan dialog akademik yang relevan dengan isu-isu global.
Forum ini tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menginspirasi mahasiswa
untuk memahami bahwa isu geopolitik berhubungan langsung dengan masa depan
Indonesia.
Kisah strategi dolar yang dibagikan Havas menjadi pengingat
bahwa sejarah penuh dengan pelajaran. Sama seperti Amerika yang membangun
kekuatannya melalui ekonomi, Indonesia pun bisa merancang strategi cerdas untuk
memperkuat posisi di tengah percaturan multipolar dunia.
Selain Rektor, acara ditutup oleh Associate Professor Dr. Rino F. Boer, Direktur Program Pascasarjana LSPR Institute, dengan Rudi Sukandar, Ph.D., Direktur LPPM dan Dosen Hubungan Internasional LSPR, bertindak sebagai moderator. (r/djo)