Gubernur Koster saat menghadiri Pasamuan Agung V Majelis Desa Adat Bali Warsa 2025 dan Upacara Pajaya-Jayaan dan Pangukuhan Prajuru Majelis Desa Adat Kota/Kabupaten se-Bali, bertempat di Pura Samuan Tiga, Bedahulu, Gianyar, Jumat (26/12/2025). (Foto: Hms Prov. Bali)
GIANYAR, PERSPECTIVESNEWS- Gubernur Bali Wayan
Koster menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan dan memuliakan Desa
Adat sebagai fondasi utama kehidupan masyarakat Bali, baik secara sekala maupun
niskala.
Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan pada acara
Pasamuan Agung V Majelis Desa Adat Bali Warsa 2025 dan Upacara Pajaya-Jayaan
dan Pangukuhan Prajuru Majelis Desa Adat Kota/Kabupaten se-Bali, bertempat di
Pura Samuan Tiga, Bedahulu, Gianyar, Jumat (26/12/2025).
Menurutnya, Desa Adat memiliki sistem yang utuh dan lengkap,
mulai dari krama, wilayah, hingga organisasi yang mengatur kehidupan masyarakat
adat. Dalam struktur Desa Adat terdapat unsur eksekutif (prajuru), legislatif
(sabha), dan yudikatif (kertha) yang berjalan berlandaskan awig-awig dan
perarem hasil musyawarah krama di paruman desa.
Gubernur Koster menekankan bahwa sistem pengambilan
keputusan di Desa Adat tidak perlu meniru demokrasi modern seperti one man one
vote. Leluhur Bali telah mewariskan nilai musyawarah mufakat melalui konsep
duduk bersama, sagilik-saguluk, salunglung sabayantaka, yang hingga kini tetap
relevan. Prinsip inilah yang diperkuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Ia mengakui, perjuangan melahirkan perda tersebut tidak
mudah karena sempat menghadapi penolakan, namun akhirnya berhasil menjadi
tonggak penting penguatan Desa Adat di Bali.
Untuk memastikan sekitar 1.500 Desa Adat di Bali mampu
menjalankan perda tersebut dengan baik, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali
memberikan dukungan nyata berupa penyediaan kantor, operasional, serta dana
melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Desa Adat yang dikelola oleh Dinas
Pemajuan Masyarakat Adat (PMA), satu-satunya di Indonesia.
Gubernur Koster berharap besaran bantuan yang saat ini
sekitar Rp300 juta per desa dapat ditingkatkan menjadi Rp500 juta, mengingat
luasnya tanggung jawab Desa Adat dalam mengurus aspek sekala dan niskala. Ia
juga menegaskan bahwa pengakuan negara terhadap Desa Adat Bali semakin kuat
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.
Lebih lanjut, Gubernur asal Desa Sembiran tersebut juga
mendorong penguatan kelembagaan ekonomi Desa Adat melalui Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) agar benar-benar menjadi lembaga hukum adat Bali, serta pengembangan
Badan Usaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 24
Tahun 2022, yang hingga kini telah terbentuk sebanyak 369 BUPDA.
Ia berharap Majelis Desa Adat (MDA) terus aktif mengawasi
dan memfasilitasi Desa Adat, karena Desa Adat merupakan benteng utama jati diri
Bali. Pada tahun 2026, Pemprov Bali juga akan memberikan penghargaan kepada
bendesa adat yang telah lama mengabdi dan berprestasi.
“Memuliakan Desa Adat dan Subak telah saya masukkan dalam
Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun. Astungkara, keberadaan Desa Adat tidak hanya
bertahan 100 tahun, tetapi harus ada dan lestari sepanjang zaman,” tegasnya.
Sebenarnya, Bendesa Agung Bali, Ida Panglingsir Agung Putra
Sukahet, menegaskan bahwa kekuatan utama Desa Adat terletak pada banda pengikat
yang menyatukan krama. Menurutnya, krama Desa Adat harus terus dipelihara dan
dikuatkan dengan berlandaskan ajaran Hindu, dresta adat Bali, serta komitmen
kuat untuk ngajegang budaya Bali.
Ia menekankan pentingnya memfungsikan seluruh unsur sakral
Desa Adat, seperti parahyangan di tiga desa adat serta keberadaan tiga setra,
agar tidak ditinggalkan oleh generasi penerus.
Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet juga menegaskan bahwa
Desa Adat bersifat otonom dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam hal
ini, Majelis Desa Adat (MDA) berperan memfasilitasi, membina, dan mengayomi
Desa Adat sesuai kewenangannya.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa dalam MDA terdapat
tatanan hierarki yang harus dipahami dan dihormati agar pembinaan Desa Adat
dapat berjalan tertib, harmonis, dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan pagi itu juga diserahkan Bale Kertha
Adhyaksa kepada perwakilan Desa Adat Bali oleh Gubernur Bali. (*)
